Kamis, 05 Juni 2008

Bukan Karena Kita Menang Pemilu (Saja) Maka Kita MemimpinIni adalah materi yang sangat menarik. Seperti biasa, gaya bahasa ust. Anis Matta yang optimi

Pengenalan Linux
operating systemSumber : http://www.uai.ac.id/uailearning/claroline/document/document.php
Pengenalan Linux
1. Sejarah Linux
Linux adalah sebuah operating system turunan dari Unix, yang merupakan implementasi idependen dari standart IEEE untuk OS yang bernama POSIX (Portable Operating System Interface). Operating System adalah perangkat lunak yang mengatur koordinasi kerja antar semua perlengkapan perangkat keras dalam sebuah komputer. Linux mempunyai kemampuan yang berbasis ke standar POSIX yang meliputi true-multitasking, virtual memory, share libraries, demand loading, proper memory management dan multiuser. Linux sebagaimana layaknya OS UNIX Lainnya mendukung banyak software mulai dari Text Windows, GNU C/C++ sampai ke TCP IP.
Linux adalah sistem operasi yang disebarkan secara luas dengan bebas dibawah lisensi GNU General Public License (GPL), yang berarti juga source code linux tersedia.
Linux pada awalnya dibuat oleh seorang mahasiswa Universitas Helsinki Finlandia yang bernama Linus Torvald. Pada dasarnya Linux merupakan proyek hobi yang terinspirasi dari Minix, yaitu suatu sistem operasi Unix kecil yang dikembangkan oleh Andy Tanembaum. Sekitar bulan Agustus 1991 Linux versi 0.01 telah dikerjakan, kemudian pada tanggal 5 Oktober 1991, Linus mengumumkan versi resmi linux yaitu versi 0.02 yang hanya dapat menjalankan shell bash (GNU Bourne Again Shell) dan GCC (GNU C Compiler). Dengan Perkembangan Linux yang sedemikian pesatnya, saat ini linux merupakan suatu sistem unix yang lengkap, dimana dapat digunakan untuk jaringan, pengembangan software bahkan untuk pekerjaan sehari-harinya. Linux Sekarang merupakan salah satu sistem operasi alternative yang lebih murah jika dibandingakan dengan sistem operasi yang komersil lainnya (misalnya windows XP/NT/2000).
Linux dikembangkan oleh beragam kelompok. Keragaman ini termasuk keragaman tingkat pengetahuan, pengalaman. dan letak geografisnya. Berbagai macam kelompok ini dapat saling berkomunikasi dengan cepat, dengan menggunakan perantara media internet.
Linux bisa didapat dalam berbagai macam distribusi atau beberapa kalangan sering menyebutnya dengan distro. Distro merupakan bundel atau paket dari kernel linux, sistem dasar linux, program instalasi, tool basic dan program-program lainnya yang bermanfaat sesuai dengan tujuan.
Beberapa distro Linux diantaranya adalah :
Ø RedHat
Merupakan distribusi pertama yang instalasi dan pengoperasiannya mudah.
Ø Mandrake
Distribusi yang sebelumnya mengambildasar sistem dari RedHat, akan tetapi sekarang sudah memiliki installer dan paket sendiri. Distro ini lebih mementingkan User Friendly
Ø SuSE
Distribusi yang terkenal dengan YaST (Yet another Setup Tools) untuk mengkonfigurasi sistem. SuSE merupakan distribusi pertama dimana instalasinya dapat menggunakan bahasa Indonesia.
Ø Debian
Distribusi yang mengutamakan kestabilan dan kehandalan meskipun mengorbankan aspek kemudahan dan kemutakhiran program.
Ø Slackware
Merupakan salah satu distro yang pernah merajai dunia linux. Hampir seluruh dokumentasi linux disusun berdasarkan slackware. Dua hal yang terpenting dari salckware adalah bahwa semua isinya (kernel, library ataupun aplikasinya) sudah teruji, sehingga mungkin agak tua sedikit tapi stabil.
Ø Dll

2. Perbedaan Mendasar Linux
Satu hal yang membedakan linux dengan sistem operasi lainnya adalah harga. Linux ini lebih murah dan dapat diperbanyak serta didistribusiakan kembali tanpa harus membayar royalty kepada seseorang. Selain harga ada suatu hal yang membedakankannya yaitu source code. Source Code Linux tersedia bagi semua orang, sehingga semua orang dapat terlibat langsung dalam pengembangannya.
Kebebasan ini telah memungkinkan para vendor perangkat keras untuk membuat driver untuk device tertentu untuk tanpa harus mendapatkan lisensi source code yang mahal atau menandatangani non destructive agreement. Dan itu juga telah menyediakan kemungkinan.
Karena Linux tersedia bebas di internet, berbagai vendor telah membuat suatu paket distribusi yang dapat dianggap sebagai versi kemasan linux. Paket ini termasuk lingkungan linux lengkap, perangkat lunak untuk installasi dan dukungan khusus.

2.1. Perbandingan Linux terhadap Sistem Operasi Lain
Linux disusun berdasarkan standar sistem operasi POSIX yang sebenarnya diturunkan berdasarkan fungsi kerja UNIX. UNIX kompatibel dengan Linux pada level system call, ini berarti sebagian besar program yang ditulis untuk UNIX atau Linux dapat direkompilasi dan dijalankan pada sistem lain dengan perubahan yang minimal Secara umum dapat dikatakan Linux berjalan lebih cepat dibanding UNIX lain pada hardware yang sama. Dan lagi UNIX memiliki kelemahan yaitu tidak bersifat free.
MS-DOS memiliki kemiripan dengan Linux yaitu file sistem yang bersifat hirarkis. Tetapi MS- DOS hanya dapat dijalankan pada prosesor x86 dan tidak mendukung multi user dan multi tasking, serta tidak bersifat free. Juga MS-DOS tidak memiliki dukungan yang baik agar dapat berinteroperasi dengan sistem operasi lainnya, termasuk tidak tersedianya perangkat lunak network, program pengembang dan program utilitas yang ada dalam Linux.
MS Windows menawarkan kemampuan grafis yang ada pada Linux termasuk kemampuan networking tetapi tetap memiliki kekurangan yang ada pada MS- DOS. Windows NT yang juga tersedia untuk Digital Alpha selain prosesor x86. Namun windows NT ini masih juga memiliki beberapa kekurangan yang telah ada pada MSDOS. Waktu untuk menemukan suatu bug dalam suatu sistem operasi ini tak sebanding dengan harga yang harus dibayar.
Sistem operasi Apple untuk Macintosh hanya dapat berjalan di sistem Mac. Juga memiliki kekurangan dari sisi ketersediaan perangkat bantu pengembang (development tool) dan juga kurang dapat secara mudah untuk berintoperasi dengan sistem operasi lainnya. Apple juga telah memungkinkan Linux dapat dijalankan pada PowerMac.





2.3. Kelebihan Linux
Di sini akan dijelaskan beberapa kelebihan dari sistem operasi Linux/UNIX dibandingkan dengan dengan sistem operasi yang lain. Dan berikut ini adalah beberapa fakta dari hal-hal yang menguntungkan dengan menggunakan program dan file-file Linux/UNIX :
Ø Pada dasarnya semua data tersimpan di dalam harddisk walau ada beberapa kondisi dimana data tersimpan di disket
Ø Linux/UNIX memberikan beberapa proses spesial dimana terminal, printer dan device hardware lainnya dapat diakses seperti kita mengakses file yang tersimpan dalam harddisk atau disket
Ø Ketika program dijalankan, program tersebut dijalankan dari harddisk kedalam RAM dan setelah dijalankan akan dinamakan sebagai proses
Ø Linux/UNIX menyediakan servis untuk membuat, memodifikasi program, proses dan file
Ø Linux/UNIX mendukung struktur file yang bersifat hirarki
Ø Linux/UNIX adalah salah satu sistem operasi yang termasuk kedalam kelas system operasi yang dapat melakukan multitasking. Multitasking sendiri adalah keadaan dimana suatu sistem operasi dapat melakukan banyak kerjaan pada saat yang bersamaan
Ø Selain multitasking, Linux/UNIX juga dapat mendukung multiuser. Yaitu system operasi yang pada saat bersamaan dapat digunakan oleh lebih dari satu user yang masuk ke dalam sistem
Ø Bahkan untuk Linux juga mendukung untuk multiconsole dimana pada saat bersamaan di depan komputer langsung tanpa harus melalui jaringan dan memungkinkan lebih dari satu user masuk ke dakam sistem.

3. Bagian-bagian Operating system
Sistem Operasi Linux/UNIX terdiri dari kernel, program sistem dan beberapa program aplikasi. Kernel merupakan inti dari sistem operasi yang mengatur penggunaan memori, piranti masukan keluaran, proses-proses, pemakaian file pada file system dan lain-lain. Kernel juga menyediakan sekumpulan layanan yang digunakan untuk mengakses kernel yang disebut system call. System call ini digunakan untuk mengimplementasikan berbagai layanan yang dibutuhkan oleh sistem operasi
Program sistem dan semua program-program lainnya yang berjalan di atas kernel disebut user mode. Perbedaan mendasar antara program sistem dan program aplikasi adalah program sistem dibutuhkan agar suatu sistem operasi dapat berjalan sedangkan proram aplikasi adalah program yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu aplikasi tertentu. Contoh : telnet merupakan program sistem dan pengolah kata (word processor) merupakan program aplikasi.

3.1. Kernel
Kernel Linux terdiri dari beberapa bagian penting, seperti : manajemen proses, manajemen memori, hardware device drivers, filesystem drivers, manajemen jaringan dan lain-lain. Namun bagian yang terpenting ialah manajemen proses dan manajemen memori. Manajemen memori menangani daerah pemakaian memori, daerah swap, bagian-bagian kernel dan untuk buffer cache. Manajemen proses menangani pembuatan proses-proses dan penjadwalan proses. Pada bagian dasar kernel berisi hardware device drivers untuk setiap jenis hardware yang didukung.

4. Struktur Data Direktori Linux
Direktori root Linux memiliki beberapa direktori yang merupakan standar direktori pada banyak distro Linux. Direktori-direktori tersebut antara lain:
Ø bin
Berisi file-file binary standar yang dapat digunakan oleh seluruh user baik user biasa maupun super user
Ø boot
Berisi file-file yang digunakan untuk booting Linux termasuk kernel image
Ø dev
Berisi file system khusus yang merupakan refleksi device hardware yang dikenali dan digunakan sistem
Ø etc
Berisi file-file konfigurasi sistem, biasanya hanya boleh diakses oleh super user
Ø home
Berisi direktori-direktori yang merupakan direktori home untuk user biasa dan aplikasi tertentu
Ø lib
Berisi file-file library yang digunakan untuk mendukung kerja kernel
Linux
Ø mnt
Direktori khusus yang disediakan untuk mounting (mengaitkan) device disk storage ke sistem dalam bentuk direktori
Ø proc
Berisi file system khusus yang menunjukkan data-data kernel setiap saat
Ø root
Direktori home untuk user root (user khusus dengan priviledges hampir tak terbatas)
Ø sbin
Sama seperti direktori bin, tetapi hanya super user yang sebaiknya menggunakan binary-binary tersebut mengingat fungsi-fungsi binary yang terdapat di direktori ini untuk maintenance sistem
Ø tmp
Berisi file-file sementara yang dibutuhkan sebuah aplikasi yang sedang berjalan
Ø usr
Berisi library, binary, dokumentasi dan file lainnya hasil instalasi user
Ø var
Berisi file-file log, mailbox dan data-data aplikasi

4.1. Linux Shell
Shell adalah sebuah program yang membaca input standard yaitu keyboard. Ketika kita mengetikan sesuatu di keyboard maka shell akan menafsirkan apa yang kita ketikan, setelah perintah diketikan maka akan dilanjutkan oleh system operasi yang kemudian diarahkan kepada aplikasi yang berkepentingan.
Di dalam Unix atau Linux Shell adalah sesuatu yang akan kita hadapi setelah kita melakukan Log-in. Shell akan secara default meletakan kita sebagai user berada pada direktori milik user atau home direktori sesuai user name saat log-in.
Home Directory adalah sebuah ruangan pada komputer Unix atau Linux tempat user berhak melakukan kegiatan berhubungan dengan file / data.
4.2. Perintah – Perintah Dasar Linux
Perintah-perintah dasar yang sering digunakan di linux antara lain :
&
Adduser
alias
bg
cat
cd
chgrp
chmod
chown
Cp
fg
find
grep
gzip
halt
hostname
Kill
Less
login
logout
ls
man
mesg
mkdir
More
Mount
mv
passwd
pwd
rm
rmdir
shutdown
Su
Tail
talk
tar
umount
unalias
unzip
wall
Who
Xhost +
xset
zip





Penjelasan detail masing-masing perintah dapat diperoleh pada manualnya dengan mengetikan perintah “man” kemudian diikuti dengan perintah dasarnya. Untuk penjelasan singkat dari masing-masing perintah adalah sebagai berikut:

4.2.1. Perintah &
Perintah & dipakai dibelakang perintah lain dan menjalankannya dibackground. Tujuannya adalah untuk membebaskan shell agar bisa dipergunakan menjalankan proses-proses yang lain.
1. Menambahkan User (adduser)
Perintah “adduser” biasanya dipergunakan oleh root untuk menambahkan user account yang baru. Setelah itu biasanya dilanjutkan dengan perintah “passwd”, yaitu perintah untuk membuat password bagi user tersebut.
[root@LinuxComp root]# adduser rahmat
[root@LinuxComp root]# passwd rahmat
Changing password for user rahmat
New password :
Retype new password :
Passwd : all authentication tokens updated successfully
[root@LinuxComp root]#

2. Memberikan Nama lain perintah (alias)
Perintah “alias” berfungsi untuk memberikan nama lain dari sebuah perintah. Misalnya kita ingin perintah “ls” agar dapat dijalankan dengan mengetikan perintah “dir”.
[puskom@LinuxComp puskom]$ alias dir=ls
[puskom@LinuxComp puskom]$ dir
X11R6 dict etc include lib local man
sbin bin doc games info libexec share [puskom@LinuxComp puskom]$

3. Menghentikan sementara sebuah proses (bg)
Untuk memaksa sebuah proses yang dihentikan sementara (suspend) agar berjalan di background dapat mempergunakan perintah “bg”. Misal kita sedang menjalankan perintah di foreground (tanpa diakhiri dengan perintah &) dan suatu saat kita membutuhkan shell tersebut, maka dapat dihentikan sementara dengan perintah tersebut dengan Ctr+Z kemudian ketikan perintah “bg” untuk menjalankannya di background. Hal ini berarti kita telah berhasil membebaskan shell dan mempertahankan perintah lama berjalan di background,
4. Melihat isi Directory (ls)
Untuk melihat isi direktori di dalam shell kita gunakan perintah “ls”. Perintah “ls” apabila dalam DOS adalah perintah “dir” atau kalau dalam windows adalah windows explorer.
Beberapa perintah yang dapat dilakukan oleh “ls” antara lain :
ls –a atau ls –all
Menampilkan semua file termasuk yang awalnya berkarakter titik (“.”). Karena secara default file yang diawali karakter titik tidak akan ditampilkan. Biasanya file yang diawali titik adalah file yang menyimpan konfigurasi aplikasi.
puskom@LinuxComp dict]$ ls –a
. ... linux.words words
[puskom@LinuxComp dict]$

ls -C
Menampilkan file dalam tersusun berkolom ke samping (hampir sama dengan mengetikan ls saja).
[puskom@LinuxComp /usr]$ ls –C
X11R6 dict etc include lib local man
sbin bin doc games info libexec share
[puskom@LinuxComp /usr]$
ls –l
Menampilkan file beserta keterangan file lainnya (permission, size, dan tanggal)




[puskom@LinuxComp /usr]$ ls –l
total 83
drwxr-xr-x 19 root root 1024 Jun 17 1999 X11R6
drwxr-xr-x 3 root root 19456 Feb 10 11:35 bin
drwxr-xr-x 2 root root 1024 Nov 2 01:20 dict
drwxr-xr-x 52 root root 1024 Feb 7 09:42 share
[puskom@LinuxComp /usr]$

ls –r
Menampilkan file dengan urutan terbalik
[puskom@LinuxComp /usr]$ ls –r
tmp share ppc-redhat-linux lost+found libexec
info games doc bin src
sbin man local lib include
etc dict
[puskom@LinuxComp /usr]$

ls –R
Menampilkan file-file termasuk ke dalam sub directory di dalamnya

ls –s
Menampilkan file dengan urutan berdasarkan ukuran/size file

ls –t
Menampilkan file dalam keadaan terurut berdasarkan tanggal/ waktu perubahan file
Untuk mengetahui semua perintah “ls” yang dapat dilakukan dapat mengetikan perintah “man ls” pada shell, maka akan ditampilkan manual dari “ls”.
Cara membaca hasil dari ls :


5. Pindah atau Ganti directory (cd /change directory)
cd singkatan dari change directory, yang artinya dengan perintah ini kita dapat berpindah lokasi dari direktori satu ke direktori yang lainnya.
[puskom@LinuxComp /usr]$ ls –l
total 83
drwxr-xr-x 19 root root 1024 Jun 17 1999 X11R6
drwxr-xr-x 3 root root 19456 Feb 10 11:35 bin
drwxr-xr-x 2 root root 1024 Nov 2 01:20 dict
drwxr-xr-x 52 root root 1024 Feb 7 09:42 share
[puskom@LinuxComp /usr]$ cd bin
[puskom@LinuxComp bin]$

6. Melihat lokasi kita berada (pwd /print working directory)
Pada suatu saat kita lupa lokasi shell pada saat itu berada, maka kita dapat mengetahuinya dengan mengetikan perintah “pwd”, sehingga akan ditampilkan lokasi shell berada.
[puskom@LinuxComp bin]$ pwd
/usr/bin
[puskom@LinuxComp bin]$

7. Membuat directory (mkdir/ make directory)
Sebagai user kita juga diijinkan untuk membuat direktori sendiri sesuai dengan nama yang kita inginkan, selama kita mempunyai ijin untuk membuat direktori baru.
[puskom@LinuxComp puskom]$ ls -l
-rw-r--r-- 1 puskom users 3014 Jun 17 12:26 sn.txt
-rw-r--r-- 1 puskom users 19456 Feb 10 11:35 con.txt
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Nov 2 01:20 doc
[puskom@LinuxComp puskom]$ mkdir coba
[puskom@LinuxComp puskom]$ ls -l
-rw-r--r-- 1 puskom users 3014 Jun 17 12:26 sn.txt
-rw-r--r-- 1 puskom users 19456 Feb 10 11:35 con.txt
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Nov 2 01:20 doc
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Dec 2 11:12 coba
[puskom@LinuxComp puskom]$


8. Menghapus File atau directory (rm/ remove)
Sebagai user kita juga memiliki hak untuk manghapus file atau folder. Dalam dunia windows kita sering menggunakan istilah delete atau erease, sedangkan dalam Linux atau Unix dapat kita gunakan perintah “rm”.
Menghapus sebuah file :
[puskom@LinuxComp puskom]$ ls -l
-rw-r--r-- 1 puskom users 3014 Jun 17 12:26 sn.txt
-rw-r--r-- 1 puskom users 19456 Feb 10 11:35 con.txt
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Nov 2 01:20 doc
[puskom@LinuxComp puskom]$ rm sn.txt
[puskom@LinuxComp puskom]$ ls -l
-rw-r--r-- 1 puskom users 19456 Feb 10 11:35 con.txt
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Nov 2 01:20 doc
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Dec 2 11:12 coba
[puskom@LinuxComp puskom]$






Menghapus sebuah directory :
[puskom@LinuxComp puskom]$ ls -l
-rw-r--r-- 1 puskom users 19456 Feb 10 11:35 con.txt
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Nov 2 01:20 doc
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Dec 2 11:12 coba
[puskom@LinuxComp puskom]$ rm doc
[puskom@LinuxComp puskom]$ ls -l
-rw-r--r-- 1 puskom users 19456 Feb 10 11:35 con.txt
drwxr-xr-x 2 puskom users 1024 Dec 2 11:12 coba
[puskom@LinuxComp puskom]$

Untuk menghapus file secara paksa (force) dan tanpa meminta konfirmasi ulang kita dapat gunakan perintah “rm -f”.

9. Memindahkan atau mengganti nama file/ directory
(mv/move)
Untuk perintah memindahkan file atau suatu folder sering kita pake perintah “cut-paste” atau dengan perintah “move”. Pada Linux atau Unix kita dapat ketikan perintah “mv” untuk memindahkan file atau direktori. Sedangkan untuk perintah mengganti nama file atau direktori kita sering memakai perintah “rename”. Perintah untuk mengganti nama file atau direktori di Linux atau Unix dapat juga memakai perintah “mv”.

10. Mengcopy file atau directory (cp/ copy)
Untuk mencopy file biasanya kita mengetikan perintah “copy-paste”. Untuk di Linux atau Unix perintah untuk mencopy file adalah “cp”.

11. Menampilkan isi file (cat)
Perintah untuk menampilkan isi dari sebuah file ke layer dapat kita gunakan perintah “cat” kemudian diikuti dengan nama filenya.




[puskom@LinuxComp puskom]$
sn.txt coba.txt
[puskom@LinuxComp puskom]$ cat coba.txt
Ini file yang ada di linux
Selamat mencoba
[puskom@LinuxComp puskom]$

12. Merubah kepemilikan file atau direktori (chgrp)
Perintah ”chgrp” digunakan untuk merubah kepemilikan kelompok file atau direktori. Misal memberikan ijin pada group untuk mengakses suatu file atau direktori.

13. Mengatur perijinan hak akses (chmod)
Perintah ”chmod” digunakan untuk menambah atau mengurangi ijin pemakai untuk mengakses direktori atau file. Dalam merubah perijinan dapat mempergunakan sistem numeric coding atau sistem letter coding. Jenis perijinan yang dapat dirubah yaitu ”r” untuk read, ”w” untuk write, dan x untuk execute atau dapat di eksekusi.
Dengan menggunakan letter coding, dapat merubah hak akses masing-masing u (user), g (group), o (other) dan a (all) dengan hanya memberikan tanda plus (+) untuk menambah perijinan dan minus (-) untuk menghilangkan perijinan.

14. adduser, passwd dan userdel
Perintah adduser dan userdel adalah file-file untuk administrasi user. Adduser digunakan untuk menambahkan user pada suatu mesin. Kemudian setelah ditambahkan ditentukan password user yang baru tersebut dengan perintah passwd. Sedangkan userdel digunakan untuk menghapus user di mesin. Untuk menjalankan perintah-perintah ini diperlukan root priviledge.
Syntax : # adduser
# passwd
# userdel [-r]


4.2.2. Perintah-Perintah Lain di Linux
Memulai dan Mengakhiri di Linux
Shutdown –h now
Akhiri Linux
Halt
Akhiri Linux
Shutdown –r now
Reboot Linux
Reboot
Reboot Linux
Startx
Jalankan X window server


5. File Management
5.1. File Manager
File Manager adalah suatu aplikasi yang dapt digunakan untuk mengelola file – file atau direktori dalam sebuah lingkungan suatu system operasi. Dalam lingkungan linux terdapat beberapa macam aplikasi file manager diantaranya adalah Konqueror dan Nautilus.
1. Konqueror File Manager
Konqueror File Manager merupakan salah satu aplikasi yang berfungsi untuk mengelola file ataupun folder. Konqueror ini merupakan salah satu bagian dari KDE (K Destop Environment) yang bisa berjalan di system Operasi Unix maupun Linux. Selain berperan sebagi file manager konqueror juga dapat digunakan sebagai web browser. Sekilas pada sisi tampilan konqueror seperti halnya dengan file manager yang normal, misalnya windows explorer. Dimana konqueror dapat dengan konqueror kita akan mendapatkan :
v Tampilan file dan direktori dengan menggunakan ”icon view” (dalam hal ini tiga macam jenis ukuran icon) atau ”tree view” (tampilan detail yang dapat memperlihatkan sampai ke struktur direktori pohonnya).
v Melakukan penggandaan, pemindahan dan penghapusan file, baik menggunakan ”drag and drop” atau menggunakan perintah copy, cut dan paste.
v Mendukung untuk melakukan perubahan atribut pada suatu file atau folder dengan mudah

Gambar 0.1 Konqueror File Manager

2. Nautilus File Manager
Nautilus file Manager merupakan salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk mengatur file atau direktori. Nautilus ini adalah sebuah file manager yang digunakan di linux khususnya pada tampilan desktop GNOME.

Gambar 0.2 Nautilus File Manager
5.2. Menggunakan File Manager
Seperti halnya dengan menggunakan windows explorer, jika kita ingin menggunakan konqueror file manager kita cukup mengklik shortcut icon home directory atau dari k-menu >> home directory. Maka aplikasi konqueror file manager akan terbuka. Yang perlu di ingat, jika kita ingin membuka konqueror kita harus berada dalam lingkungan desktop KDE.
File manager yang akan kita gunakan dalam pembahasan kali ini adalah dengan menggunakan konqueror. Berikut ini adalah tabel fungsi – fungsi yang terdapat pada konqueror :
Tombol
Fungsi

Untuk kembali ke direktori atasnya

Kembali ke posisi sebelumnya

Kembali ke posisi sesudahnya

Home Direktori

Refresh

Cut

Copy

Paste

Stop

5.3. Membuat File atau Folder
Hal yang paling dasar dalam menggunakan komputer adalah membuat file atau folder dengan menggunakan fasilitas yang telah disediakan oleh aplikasi file manager. Berikut ini adalah langkah – langkah membuat file atau folder dengan menggunakan konqueror.



1. Langkah – langkah membuat Folder :
v Buka Aplikasi konqueror dengan menggunakan icon home directory atau dari K-Menu >> Home.
v Pilih Menu Edit >> Create New >> Directory atau dengan menggunakan klik kanan pada kosong sebelah kanan kemudian pilih Create New >> Directory
v Maka akan muncul suatu dialog box yang meminta nama folder, isikan nama folder yang akan kita buat dengan nama ”Latihan” kemudian tekan enter.
v Folder baru yang dengan nama ”Latihan” telah berhasil kita buat
v Silahkan ulangi langkah – langkah di atas untuk membuat folder yang lain.

2. Langkah – langkah membuat File Text.
v Buka Aplikasi konqueror dengan menggunakan icon home directory atau dari K-Menu >> Home.
v Pilih Menu Edit >> Create New >> Text File atau dengan menggunakan klik kanan pada kosong sebelah kanan kemudian pilih Create New >> Text File
v Maka akan muncul suatu dialog box yang meminta nama file text, isikan nama file teks yang akan kita buat dengan nama ”Berkas” kemudian tekan enter.
v Folder baru yang dengan nama ”Berkas.txt” telah berhasil kita buat
v Silahkan ulangi langkah – langkah di atas untuk membuat file teks yang lain.

5.4. Merubah Berbagai Tampilan File atau Folder
Seperti yang sudah dibahas diatas, konqueror memiliki beberapa macam bentuk tampilan untuk melihat file atau folder. Langkah –langkah untuk mengganti bentuk tampilan yaitu dengan cara mengklik icon – icon yang terdapat pada toolbar atau dari menu View >> view mode kemudian pilih tampilan yang kita inginkan. Bentuk – bentuk tampilan tersebut diantaranya adalah :


v Icon View
v MultiColoumn View
v Tree View
v Detail List View
v Text View

5.5. Menggandakan File dengan Perintah Copy & Paste
Untuk menggandakan suatu file maupun folder, sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi kita, yaitu cukup dengan menggunakan perintah copy kemudian paste. Seperti yang kita sering lakukan pada saat kita menggunakan komputer windows dan kita bekerja pada windows explorer. Dalam hal ini tidak jauh beda, pada saat kita bekerja dengan konqueror kita juga akan menggunakan perintah copy kemudian paste untuk mengggandakan suatu file ataupun folder. Berikut ini adalah langkah l- langkah untuk menggandakan suatu file atau folder :
v Buka konqueror file manager kita
v Buka folder ”Latihan” yang telah kita buat, dimana di dalamnya sudah terdapat file ”Berkas.txt”.
v Kemudian klik kanan file ”Berkas.txt” kemudian akan muncul suatu popup menu dan pilih copy. Selain langkah tersebut kita juga dapat menjalankan perintah copy dengan cara menekan tombol Ctr+C pada keyboard atau dapat dengan cara mengklik icon .
v Kemudian bukalah folder lain yang telah kita buat terlebih dahulu (di sini saya membuat folder ”Latihan 2”).
v Kemudian klik kanan kemudian pilih menu paste di dalam folder tersebut. Selain menggunakan langkah tersebut dapat juga dengan menekan tombol Ctr+V atau dengan mengklik icon .
v Maka kita telah berhasil menggandakan file ”Berkas.txt” yang ada pada folder ”Latihan” kedalam folder ”Latihan 2”



5.6. Menghapus File atau Folder
Pada saat mengoperasikan suatu komputer kemungkinan kita ingin menghapus suatu file atau folder yang kita rasa sudah tidak terpakai lagi, maka biasanya kita menggunakan perintah delete untuk menghapus suatu file atau folder tersebut. Didalam konqueror file manager kita juga akan menggunakan perintah tersebut untuk menghapus suatu file atau folder. Langkah – langkah menghapus file atau folder dengan menggunakan konqueror adalah sebagai berikut :
v Buka konqueror file manager kita
v Buka folder ”Latihan 2” yang telah kita buat, dimana di dalamnya
sudah terdapat file ”Berkas.txt”.
v Kemudian klik kanan file ”Berkas.txt” kemudian akan muncul suatu
popup menu dan pilih delete. Selain langkah tersebut kita juga dapat menjalankan perintah delete dengan cara menekan tombol Delete pada keyboard.
v Setelah kita gunakan perintah delete maka akan muncul suatu dialog
Box yang meminta konfirmasi apakah kita akan menghapus file
tersebut atau tidak. Jika kita ingin menghapusnya kita tekan tombol
delete, jika tidak kita tekan tombol cancel.
v Apabila kita tekan delete, maka file ”Berkas” kita telah berhasil kita
hapus.
v Lakukan langkah diatas untuk melakukan penghapusan suatu file atau
folder yang lain.













5.7. Memindahkan File atau Folder
Suatu saat kita ingin mengelompokan beberapa file dalam satu folder, maka mau tidak mau kita harus memindahakan file – file tersebut ke dalam folder yang kita inginkan. Dalam kasus tersebut kita biasanya akan menggunakan perintah cut kemudian paste, hal tersebut akan kita lakukan jika kita berada dalam lingkungan windows. Seperti halnya dengan windows explorer kita juga dapa menggunakan perintah cut kemudian paste untuk memindahkan file di konqueror file manager. Berikut ini adalah langkah – langkah jika kita memindahkan file atau folder di dalam konqueror :
v Buka konqueror file manager kita
v Buka folder ”Latihan” yang telah kita buat, dimana di dalamnya
sudah terdapat file ”Berkas.txt”.
v Kemudian klik kanan file ”Berkas.txt” kemudian akan muncul suatu
popup menu dan pilih cut. Selain langkah tersebut kita juga dapat menjalankan perintah copy dengan cara menekan tombol Ctr+V pada keyboard atau dapat dengan cara mengklik icon .
v Kemudian bukalah folder lain yang telah kita buat terlebih dahulu (di
sini saya membuat folder ”Latihan 2”).
v Kemudian klik kanan kemudian pilih menu paste di dalam folder
tersebut.Selain menggunakan langkah tersebut dapat juga dengan menekan tombol Ctr+V atau dengan mengklik icon .
v Maka kita telah berhasil memindahkan file ”Berkas.txt” yang ada pada
folder ”Latihan” kedalam folder ”Latihan 2”
5.8. Mengganti Nama File atau Folder
Suatu saat kita bosan dengan nama suatu nama file atau kita ingin melakukan penggantian nama file sesuai dengan kode yang telah kita tetapkan untuk memudahkan pencariannya, maka kita harus melakukan penggantian nama file atau folder tersebut. Perintah yang dapat kita gunakan untuk mengganti nama suatu file adalah ”rename”. Berikut ini adalah langkah – langkah mengganti suatu nama file ataupun folder :
v Buka konqueror file manager kita
v Buka folder ”Latihan 2” yang telah kita buat, dimana di dalamnya sudah terdapat file ”Berkas.txt”.
v Kemudian klik kanan file ”Berkas.txt” kemudian akan muncul suatu popup menu dan pilih rename.
v Kemudian ganti nama file ”Berkas.txt” menjadi file ”Fileku.txt” kemudian tekan enter.
v Maka kita telah berhasil mengganti nama file ”Berkas.txt” menjadi file ”Fileku.txt”.

5.9. Perijinan File (File Permision)
Kelebihan dari system linux adalah dilengkapi dengan securitas pada setiap bagiannya, dalam hal in suatu file ataufolder juga dilengkapi dengan system perijinan. Dimana apabila seorang user tidak memiliki ijin untuk mengakses suatu file atau folder, maka user tersebut tidak akan dapat menggunakannya. Keterangan dari file permission adalah seperti pada gambar berikut

Gambar 0.0 File permission.

















displayed. The first column in this list details the permissions
applying to the file. If a permission is missing for a owner,
group of other, it is represented by -eg. drwxr-x—x
Read = 4
File permissions are altered by giving the
Write = 2 Execute = 1
chmod command and the appropriate octal code for each user type. eg chmod 7 6 4 filename will make the file

called filename R+W+X for the owner,

R+W for the group and R for others.
chmod 7 5 5
Full permission for the owner, read and

execute access for the group and others.
chmod +x filename
Make the file called filename executable

to all users.

Memanipulasi File dan Direktori
ls –l
Tampak semua file dengan direktori dengan format panjang
ls –F
Tampak semua file dan jenis dengan direktori dengan format panjang
ls –laC
Tampak semua file dan jenis dengan direktori dengan format panjang dan kolom
Rm
Menghapus file
rm –rf
Menghapus dengan paksa dan tanpa tanya
Mv
Memindahkan file
Cat
Membaca isi file
More
Menampilkan isi file
Less
Menampilkan isi file
Head
Tampilkan 10 baris pertama isi file
Tail
Tampilkan 10 baris terakhir isi file
Man
Menampilkan manual perintah
Mounting dan Mengakses File

Mount
Memounting

Umount
Mengakhiri mounting



Mencari File dan Teks dalam File

find / -name kucing
Cari file bernama kucing dimulai dari direktori root

find / -name “*kucing*”
Cari file yang berisi string kucing dimulai dari direktori root

Wheris
Mencari letak file
Instalasi Aplikasi Software

rpm –ivh apache.rpm
Install paket software rpm bernama apache

rpm –Uhv apache.rpm
Update paket software rpm bernama apache

rpm –e apache.rpm
Hapus paket software rpm bernama apache

rpm –l apache.rpm
Tampilkan semua file dalam paket software rpm bernama apache

rpm –ql apache.rpm
Tampilkan semua file dan versi installer dalam paket software rpm bernama apache

Rpm –i --force apache.rpm
Install kembali paket software rpm bernama apache

tar –zxvf apache.tar.gz
Ekstrak file yang dikompres dalam gzip dan tar bernama apache

./configure
Jalankan script untuk memulai mengkompile file yang akan diinstall

Administrasi X Windows

xvidtune
Jalankan utility untuk tunning X graphics

XF86setup
Jalankan X menu configurator

Xconfigurator
Jalankan X menu configurator dengan probing card otomatis

Xf86config
Jalankan X menu configurator dalam basis teks

Administrasi user

adduser wksb1
Membuat user baru bernama wksb1

Password labkom
Membuat password untuk user labkom

Su
Login sebagai super user dari user biasa

Exit
Keluara dari superuser dan kembali ke user biasa





Tags:
0 comments
SI Perpustakaan (SIMPUS)
May 9, '08 4:26 AMfor everyone
SI Perpustakaan (SIMPUS)
Sistem informasi Perpustakaaan,Kami menyebutnya SIMPUS….Dengan bangga kami menghadirkan SIMPUS untuk menjawab kebutuhan akan sistem informasi dan manajement dalam pengelolaan perpustakaan di lingkungan Kampus, Sekolah (SD, SMP, SMA), Perpuruan Tinggi bahkan instansi.
SIMPUS merupakan sistem yang dibangun dengan fasilitas :Data Anggota,cetak Kartu Anggota,data Buku,Peminjaman,Pengembalian bukudan Grafik Peminjaman buku (statistik).
SIMPUS dilengkapapi fasilitas untuk barcode dalam peminjaman buku atau entri data.Dan dilengkapi dengan Laporan peminjaman buku,keterlambatan pengembalian buku,dan pengembalian buku.1. Gambar Data anggota

2. Gambar Kartu Anggota

3. Gambar Data Buku

4. Gambar Peminjaman buku

5. gambar pengembalian buku

Tags:
0 comments
Kua N titatif dan Kua L itatif
May 9, '08 4:20 AMfor everyone
Sumber : http://blog.360.yahoo.com/blog-5O_KTCghbrJaNniLLYh4tb2K5w--?cq=1&p=186
Kua N titatif dan Kua L itatif
Penelitian kuantitatif memakai angka, penelitian kualitatif memakai kata-kata. Penelitian kuantitatif memakai statistik, penelitian kualitatif tidak memakai statistik. Penelitian kuantitatif untuk ilmu alam, penelitian kualitatif untuk ilmu sosial. Benarkah begitu? Sebagian dari pernyataan ini benar, tetapi juga ada yang menyesatkan.
Penelitian kuantitatif memang memakai angka. Namun bukan "angka" (atau data numerik) itu yang menyebabkan sebuah penelitian menjadi kuantitatif. Angka di sini digunakan karena sebuah penelitian menganggap bahwa semua gejala atau fenomena dapat direduksi (diperkecil atau disederhanakan) menjadi sebuah simbol yang kemudian dapat digunakan sebagai ukuran. Dengan kata lain, sebuah penelitian kuantitatif memang bermaksud mengukur (measure). Misalnya, kalau sebuah penelitian ingin mengukur kecepatan sebuah mobil, maka digunakanlah ukuran, yaitu km/jam atau "kilometer per jam". Lalu, muncullah angka, misalnya 125 km/jam. Jadi, ada sebuah fenomena (kecepatan) ada sebuah objek (mobil) dan ada sebuah pengukuran (km/jam). Inilah yang disebut kuantifikasi, dan penelitian terhadap mobil itu disebut penelitian kuantitatif.
Selain untuk mereduksi sebuah fenomena, ada hal lain yang menyangkut penggunaan angka dan data numerik ini. Dalam penelitian ilmu alam, objek yang diteliti tidak dapat dengan sendirinya menyatakan diri. Sebuah batu, atau sebuah molekul, atau sebuah planet, tidak dapat menyatakan sifat dirinya. Sebab itu, seorang ilmuwan alam menggunakan simbol dan angka untuk menyatakan sifat objek-objek tersebut. Makanya, batu memiliki berat, molekul mempunyai energi, planet memiliki gravitasi.Semua karakter ini (berat, energi, gravitasi) dapat diukur, sebab manusia lalu membuat alat ukur (kilogram, joule, g-force). Semua ukuran itu menggunakan angka, sebab angka ini kemudian dapat dimanipulasi dengan sangat teliti. Misalnya, bisa ada berat 1,2481 kg atau 4,0012 g-force.
Dari karakter-karakter yang dapat diukur secara seksama tersebut, muncul istilah "variabel" atau "variasi nilai". Maksudnya adalah setiap karakter tersebut (misalnya berat sebuah batu) dapat bervariasi, baik secara kategorial (misalnya "sangat berat, berat, cukup berat, ringan, sangat ringan), maupun secara lebih persis (misalnya, "730,2100 kg adalah lebih berat daripada 730,0009 kg). Kita pernah membahas secara ringkas apa yang dimaksud dengan "variabel" di sini. Kuantifikasi, pengukuran, dan variasi nilai ini juga digunakan di ilmu sosial, terutama ilmu sosial yang menganut positivisme (lihat pembahasan mengenai positivisme di sini). Misalnya, penelitian ekonomi dan manajemen, juga menggunakan angka-angka. Survei-survei tentang kemiskinan dan psikologi-sosial (misalnya tingkat stres di masyarakat moderen) banyak menggunakan angka.
Lain halnya dengan penelitian kualitatif yang terutama berlandaskan tradisi verstehen (lihat di sini) dan interpretivisme. Penelitian kualitatif pada umumnya dirancang untuk memberikan pengalaman senyatanya dan menangkap makna sebagaimana yang tercipta di lapangan penelitian melalui interaksi langsung antara peneliti dengan yang diteliti. Sebagaimana kita pernah bahas sebelumnya (lihat di sini), dalam teradisi interpretivis peneliti dan yang diteliti adalah sama-sama manusia. Berbeda dari batu, molekul, atau Venus, manusia dapat menyatakan pikiran dan makna. Jadi, sekali lagi, manusia (peneliti) dan manusia (yang diteliti) melakukan interaksi dan saling-interpretasi. Keduanya perlu "dekat dan sepakat". Itu sebabnya, peneliti kualitatif enggan menggunakan angka untuk mewakili pengalaman penelitiannya karena angka tersebut akhirnya menjadi perantara antara peneliti dengan yang diteliti.
Peneliti kualitatif lebih memfokuskan diri kepada persoalan dan upaya memahami objek penelitiannya lewat keterlibatan langsung. Seorang peneliti kualitatif bahkan dapat dikatakan menikmati bekerja bersama dengan data lapangannya bukan bekerja memanipulasi abstraksi yang mewakili data lapangan. Dari prinsip bekerja bersama dengan data --sebagai lawan dari bekerja memakai data-- ini lah muncul kemauan peneliti kualitatif untuk secara terbuka menggunakan pengalaman pribadinya sebagai bagian dari proses interpretasi. Penelitian seperti ini tentunya sangat jauh dari prinsip-prinsip objektif-empirik yang menganggap semua hal yang diteliti terletak di luar penelitinya.
Itu sebabnya, peneliti kualitatif tidak perlu menggunakan ukuran-ukuran yang berada di luar dirinya. Dia tidak menggunakan timbangan, termometer, penggaris, benjana, teleskop. Dia menggunakan dirinya sendiri dan semua pemahamannya tentang sebuah fenomena, lalu mengungkapkan hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan. Itu sebabnya, penelitian kualitatif lebih banyak menggunakan kata-kata, daripada angka.
Tags:
0 comments
OPAC, IRS, LA Berbeda dan satu Penyunting Tarto
May 9, '08 4:10 AMfor everyone
Sumber : http://blog.360.yahoo.com/blog-5O_KTCghbrJaNniLLYh4tb2K5w--?cq=1&p=91
OPAC, IRS, LA - berbeda dan bersatu
Setiap teknologi menimbulkan perubahan. Pada saat sama, setiap teknologi mengandung sejarah, dan karenanya mengandung hal-hal yang sebelumnya sudah ada. Sebagian dari kandungan teknologi ini adalah praktik dan prinsip-prinsip lama. Jadi, teknologi membawa sekaligus dua hal: perubahan dan ketetapan. Tanpa pemahaman terhadap keduanya, teknologi sering berkesan mengganggu atau hanya menimbulkan persoalan baru. Lebih sering terjadi, teknologi baru menimbulkan kebingungan baru. Misalnya, kebingungan kita tentang OPAC (Online Public Access Catalogue), IRS (Information Retrieval System), dan LA (Library Automation).
OPAC adalah penerapan teknologi komputer terhadap praktik dan prinsip kartu katalog di jaman pra-komputer. IRS adalah pengejawantahan dari kegiatan abstraksi dan pengindeksan berbantuan komputer. LAadalah alat manajemen terkomputer untuk mengawasi transaksi dan administrasi. Ketiganya memiliki tujuan spesifik, tetapi berkat keajaiban teknologi digital, dapat pula dijadikan dan dilihat sebagai kesatuan utuh. Secara umum, maka inilah yang disebut aplikasi teknologi informasi (information technology application) bidang perpustakaan .
OPAC lahir dari teknologi kartu katalog (jangan lupa, kartu katalog juga teknologi!). Sebagaimana pendahulunya, OPAC sejak awal merupakan alat temu-kembali yang sangat terstruktur, menggunakan standar yang diupayakan seuniversal mungkin. Sebagai sebuah mesin, OPAC memerlukan format yang biasa disebut MARC (machine readable catalog). Generasi pertama OPAC tak lebih dari pemindahan kartu katalog ke layar komputer. Tampilannya ringkas, isinya dapat ditelusur lewat judul, pengarang, atau nomor panggil. Biasanya dikembangkan sendiri, atau sebagai bagian (modul) dari sirkulasi. Ini nanti bergabung lagi ke sistem yang lebih luas, alias library automation. Generasi kedua OPAC menambahkan titik akses baru (subjek, keyword), bisa dirawak (browsing), memiliki fasiltas Boolean search yang lebih beragam, serta tampilan yang menawan. Generasi ketiga OPAC memiliki berbagai fasilitas tambahan, misalnya search strategy, error correction, dan federated search. Di Indonesia, pada umumnya OPAC masih berupa generasi pertama atau kedua.
IRS (information retrieval systems) lahir ketika para pengelola industri jurnal dan pengabstrakan melihat potensi komputer untuk memperbesar dan memperluas bisnis mereka. Dapat dikatakan, IRS yang pertama tak lebih dan tak kurang dari alat pembuatan abstrak dan pengindeksan (abstracting-indexing) dalam format elektronik. IRS benar-benar lahir dari jurnal untuk bidang-bidang spesifik seperti kedokteran, kimia, biologi, dan rekayasa. Sejak lahir, IRS sudah memanfaatkan teknologi jarak-jauh (remote access), dan di jaman awal itu masih memanfaatkan petugas pencari alias intermediaries. Pada umumnya, IRS generasi pertama hanya mengandalkan pencarian Boolean, sebab para petugas sudah nyaris "hapal mati" isi sistem yang mereka kelola. Barulah pada tahun 1980an, ketika jaringan komputer makin luas, para penyedia jurnal elektronik dan pangkalan data abstrak merumahkan para petugas pencari, dan membuat sistem yang lebih mudah dipakai langsung oleh pengguna. Itu sebabnya, IRS kemudian dilengkapi beragam fasilitas, dan selan lewat jalur tradisional (judul, pengarang, subjek), dapat juga ditelusur melalui abstrak, menggunakan full text, memanfaatkan boolean yang dilengkapi pencarian lewat single terms maupun phrase, pencarian berbasis jarak antar kata proximity search, dan sistem penentuan nilai relevansi (ranking). Belakangan, IRS juga mengijinkan “natural language searching”. Dari sinilah lahir istilah mesin pencari (search engine).
LA (Library Automation) adalah sistem informasi manajemen untuk khusus perpustakaan. Sebagaimana semua sistem informasi manajemen, maka LA pun memilki komponen pangkalan data (database) yang semula hanya berisi dua modul, yaitu modul katalog dan modul sirkulasi. Sesuai jaman kelahirannya, pangkalan data untuk LA pun pada awalnya berjenis flat-file, dipasang di atas jaringan lokal (LAN). Pada umumnya LA dibangun lebih untuk keperluan pustakawan, sebagai bagian dari sistem pengelolaan barang (inventory system), sehingga kemudian disertai teknologi pengamanan berupa barcode. Dalam perkembangan selanjutnya, LA dilengkapi modul pengadaan, resource sharing (ada protokol komunikasi), pangkalan data yang tidak hanya untuk buku, dan statistik untuk pengawasan administratif. Teknologi pangkalan datanya pun mengikuti perkembangan relational databases dan memanfaat graphic user interface (GUI) untuk menambah menarik tampilannya. Sekarang ini, sudah tidak jarang LA yang memiliki sistem layanan terintegrasi, automated checkout facilities, interlibrary loan, dan remote access.
Ketiga alat yang tersebut di atas, kini dapat disatukan sebagai sebuah sistem informasi berbantuan komputer, namun masing-masingnya tetap memiliki tujuan khusus. OPAC tidaklah untuk menggantikan IRS, dan LA tidaklah menghapus keperluan akan OPAC dan IRS. Jika ketiganya disatukan dan dapat diakses oleh pengguna lewat satu titik saja, maka namanya portal perpustakaan alias Library Portal. Jika koleksi yang disediakan melulu digital, maka jadilah ia Perpustakaan Digital (murni). Tetapi kalau masih ada koleksi non-digital yang terkandung di dalamnya, maka istilah yang lebih tepat adalah Perpustakaan Hibrida (hybrid library).
Jadi, hati-hatilah kalau ada yang menawarkan perangkat Perpustakaan Digital, padahal yang ditawarkan adalah hanya sebiji OPAC. Atau jangan buru-buru mengaku punya portal perpustakaan, kalau isinya hanya katalog dan modul sirkulasi. Lebih hati-hati lagi kalau ada yang mengatakan bahwa tidak perlu OPAC atau IRS jika sudah punya Perpustakaan Digital. Pasti orang yang mengatakan itu tidak sungguh mengerti apa yang dikatakannya. Atau... ini yang paling berbahaya!.. dia mau menipu Anda.
Tags:
0 comments
Thesaurus penyunting Tarto
May 9, '08 4:03 AMfor everyone
Sumber : http://blog.360.yahoo.com/blog-5O_KTCghbrJaNniLLYh4tb2K5w--?cq=1&tag=pengindekan
Thesaurus
Thesaurus datang dari bahasa Yunani dan Latin yang kira-kira berarti “sebuah himpunan yang berharga” atau lebih spesifik lagi "sebuah kekayaan" (treasury). Selama berabad-abad kata ini dipakai untuk merujuk ke kata “lexicon” atau “treasury of words” alias himpunan kata-kata yang tentunya dianggap sangat berharga. Pemakaian moderen dimulai tahun 1852, di edisi pertama Thesaurus of English Words and Phrases : classified and arranged so as to facilitate the expression of ideas an to assist in literacy composition diterbitkan oleh Peter Mark Roget. Inilah thesaurus yang paling konsisten dan selalu diperbarui sampai sekarang (coba lihat di rak buku di kantor Anda: Roget's Thesaurus).
Untuk memahami thesaurus kita harus juga paham latarbelakang historis, dan -yang paling penting- latar belakang linguistik. Tidaklah sebuah kebetulan bahwa thesaurus moderen lahir di Inggris, negara yang bahasanya kini menjadi bahasa internasional. Kehadiran thesaurus pada sebuah bangsa berkaitan dengan keseriusan bangsa itu menggunakan kata dan memberlakukan bahasa mereka. Keseriusan tersebut terwujud dalam bentuk upaya memastikan bahwa setiap kata dipakai dengan benar dan setiap kata yang benar berhubungan dengan kata lain dengan benar pula. Jadi, pendek kata: thesaurus adalah alat linguistik paling mendasar untuk berbahasa dengan baik dan benar.
Bahasa adalah wujud sebuah pola pikir. Untuk merapikan bahasa, maka yang dirapikan adalah pola pikirnya. Untuk merapikan pola pikir, yang dirapikan adalah pola mengelompokkan dan mengaitkan kata-kata. Nah, kalau Anda mendengar kata "mengelompokkan dan mengaitkan", apa yang teringat? Pasti: Anda teringat klasifikasi dalam pengertiannya yang paling umum, bukan? Benar sekali. Thesaurus sebenarnya dapat dianggap sebuah skema klasifikasi untuk istilah-istilah yang saling berkait membentuk struktur bahasa sehingga sebuah kata dapat dipahami dengan kata lainnya. Kata "bebek" dapat dipahami sebagai "unggas", tapi juga sebagai "motor bebek", kalau (kalau!) thesaurus mengaitkan ketiganya. Juga dapat diketahui bahwa "unggas" lebih umum daripada "bebek", dan bahwa "motor bebek" bersifat lebih khusus lagi.
Dapat dilihat bahwa fungsi dan kegunaan thesaurus terletak pada struktur yang mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya melalui berbagai hirarki dan maknanya. Ini adalah soal bahasa dan soal kesepakatan -dua soal yang menjadi penting kalau kita bicara tentang information retrieval (IR). Mengapa penting? Karena IR adalah persoalan bahasa dan kesepakatan pula. Sederhana sekali. Secanggih apa pun sistem teknologi komputer yang mendasari sebuah IR, inti kerjanya selalu bergantung pada bahasa dan kesepakatan. Kalau seseorang mencari "motor bebek", maka sebuah sistem IR harus memberikan "motor bebek" bukan "unggas". Sebaliknya, kalau seseorang mencari "bebek", sistem IR seharusnya tidak memberikan "motor bebek". Ini semua hanya bisa terjadi, jika baik sistem IR maupun si pencari informasi bersepakat tentang apa yang dimaksud dengan "bebek", bukan?
Thesaurus adalah salah satu (salah satu!) cara yang memungkinkan kesepakatan itu, sebab thesaurus mengendalikan makna kata lewat struktur berupa pengelompokan dan pengaitan (alias klasifikasi). Itu sebabnya pula thesaurus adalah bagian tak terpisahkan dari controlled vocabulary. Walaupun Roget's Thesaurus dapat digunakan penulis untuk memperkaya bahasanya, tujuan utamanya adalah sebagai alat pengindeksan. Untuk dapat berfungsi dengan baik, sebuah thesaurus harus dibuat dengan membaca sebanyak mungkin literatur tentang suatu subjek tertentu yang ingin dicakup, harus dapat mencakup semua istilah yang ditemukan di literatur itu, dan tentunya dapat mencakup banyak kata yang walaupun tidak populer tetapi tetap perlu dikaitkan dengan kata yang populer.
Itu sebabnya tidak mudah membuat thesaurus. Biayanya besar dan prosesnya lama. Lebih tidak mudah lagi, jika sebuah bangsa tidak terlalu peduli tentang penggunaan bahasa secara baik dan benar. Lebih tidak mudah lagi, jika para pustakawannya tidak pula bisa menggunakan bahasa secara baik dan benar. Akhirnya, thesaurus pun dianggap sejenis dinosaurus!
---catatan: bagi yang tertarik definisi thesaurus, World Science Information System of Unesco (UNISIST) memberikan ancar-ancar sebagai berikut:
A thesaurus may be defined either in terms of its function or its structure. In term of function, a thesaurus is a terminological control device used in translating from the natural language of documents, indexes, or users into a more constrained “system language” (documentation language, information language). In terms of structure, a thesaurus is a controlled and dynamic vocabular of sematically and generically related terms which covers a spesific domain of knowledge.
Tags:
0 comments
Komunikasi Informasi edit Tarto
May 9, '08 3:55 AMfor everyone
Sumber : http://blog.360.yahoo.com/blog-5O_KTCghbrJaNniLLYh4tb2K5w--?cq=1&p=159
Komunikasi Informasi
Apa yang Anda bayangkan kalau mendengar dua kata ini: "komunikasi" dan "informasi"? Kalau kita membuka kamus umum, kata "komunikasi" sering didefinisikan sebagai “pertukaran informasi”. Definisi ini didasarkan pada bayangan tentang proses fisik yang menyangkut sebuah saluran, lewat mana sebuah informasi didorong di salah satu ujung saluran, untuk diterima dan diambil di ujung lainnya. Lebih jauh lagi, informasi di sini diartikan sebagai sebuah zat (substansi) dan komoditas yang bulak-balik di dalam saluran tersebut. Inilah yang disebut “pertukaran informasi” dalam pengertian umum.
von Foerster (1980), salah seorang jawara sibernetika (cybernetics) tidak setuju pada definisi di atas. Dia lalu “membongkar” pengertian yang berkembang di masyarakat dan mengajukan argumentasi baru. Begini ceritanya:
Menurut von Foerster, yang berseliweran di saluran komunikasi bukanlah informasi, melainkan sinyal (signal). Kebanyakan orang menyangka informasi adalah sesuatu yang sudah pasti diketahui sebagai informasi. Orang bicara “informasi” seolah-olah sebagai sesuatu yang dapat dipadatkan, diolah, dipotong-potong, disimpan, diambil kembali kapan diperlukan. Demikian pula ketika orang bicara perpustakaan; mereka menyangka perpustakaan menyimpan informasi. Padahal perpustakaan menyimpan buku dan berbagai media lainnya. Jika seseorang ingin mendapatkan informasi, dia harus membaca buku. Jadi, buku itu sendiri adalah benda yang tidak dengan sertamerta memberikan informasi. Manusialah yang melakukan sesuatu, sedemikian rupa sehingga dia mendapatkan informasi.
Dengan pemikiran di atas, von Foerster menyerang teori-teori informasi yang antara lain dikembangkan oleh Shannon dan Weaver. Menurutnya, teori tersebut tidak bicara tentang informasi maupun komunikasi, melainkan tentang sinyal. Dia lalu menduga, para teoritisi informasi pada tahun 1940-an dipengaruhi oleh situasi global waktu itu, yakni situasi Perang Dunia II. Dalam situasi perang, mode bahasa yang paling dominan adalah mode perintah.
Secara sederhana, kita dapat melihat mode bahasa ini dalam komunikasi yang diawali sebuah perintah, “BERSIAP!”, misalnya dalam kegiatan baris berbaris di kalangan militer. Biasanya perintah ini dilakukan dengan menghardik dan dengan suara keras. Perintah ini kemudian menimbulkan kegiatan atau sikap tertentu, yaitu berdiri tegak dan siap-sedia. Dengan kata lain, perintah “BERSIAP” itu adalah sebuah masukan (input) yang sudah pasti menghasilkan luaran (output) tertentu. Maka, yang terlihat adalah sebuah sistem trivial. Dalam teori sistem dan sibernetika, sebuah sistem dapat dilihat sebagai serangkaian input dan output. Jika masukan menghasilkan luaran yang sudah dapat diduga atau ditetapkan sebelumnya, maka sistem tersebut bersifat trivial. Sebaliknya, sistem yang mengandung ketidak-terdugaan dan sukar ditetapkan sebelumnya, dikenal sebagai sistem non-trivial.
Dalam contoh di atas, perintah “BERSIAP!” sebenarnya adalah sebuah sinyal yang menimbulkan reaksi tertentu, dan reaksi ini sudah dapat diduga sebelumnya atau dianggap sudah tertentu (yakni orang-orang yang tegak dan siap-sedia). Sinyal itu seolah-olah terlihat sebagai informasi, karena orang tidak memeriksa keberadaan proses interpretasi terhadap kata “BERSIAP!”. Itu sebabnya “sinyal” dicampuraduk dengan “informasi”.
Kita dapat membedakan “sinyal” dari “informasi” dengan membuat “skenario baru” untuk cerita di atas. Dalam sebuah barisan, seseorang memutuskan untuk tidak mengikuti perintah itu, dan ngeloyor pergi meninggalkan barisan. Ini mungkin terjadi, dan orang itu mungkin sengaja meninggalkan barisan sebagai bentuk dari pembangkangan. Orang itu memilih untuk membangkang, dan dalam kasus ini dia melakukan interpretasi terhadap sinyal “BERSIAP!” dengan cara berbeda -dan tidak terduga- dari cara orang-orang lainnya (termasuk si pemberi perintah) melakukan interpretasi. Dari skenario baru ini maka terlihat bahwa sinyal “BERSIAP!” telah berubah menjadi informasi “SAYA TIDAK HARUS IKUT PERINTAH!” melalui interpretasi si “pembangkang” tersebut. Dengan kata lain pula, “sinyal” ternyata memang bukan “informasi”.
von Foerster memakai contoh sederhana di atas untuk masuk lebih “dalam”. Dia mengatakan bahwa pencampur-adukan “sinyal” dan “informasi” terjadi karena kesalahan orang memahami cara kerja urat-syaraf manusia. Dalam pandangan umum, urat-syarat dan pancaindera manusia dianggap memiliki kemampuan memberikan makna kepada apa yang terlihat, teraba, tercium, dan terasa manusia. Padahal syaraf manusia hanya menerima stimulus (rangsang fisik) tanpa bisa “mengetahui” sifat dari sumber rangsangan itu. Contoh sederhananya, jika seseorang menonjok mata Anda dengan keras, maka Anda akan melihat hal yang sama dengan jika Anda memandang matahari, yaitu cahaya yang berderang! Mata Anda tidak dapat membedakan tonjokan seseorang dari sinar matahari. Keduanya menimbulkan sensasi serupa di benak manusia. Orang yang sedang sakit kepala sering mengatakan bahwa dia melihat kunang-kunang!
Dengan kata lain, urat syaraf hanya menyalurkan stimulus kepada benak manusia, dan berbagai stimulus harus dirangkai-rangkaiakan dan disaling-hubungkan untuk menimbulkan sesuatu di dalam benak manusia. Apa yang muncul dalam benak itulah yang kemudian menjadi persepsi dan akan berkitan dengan ingatan (memori) serta orientasi, membentuk totalitas yang disebut sensorium. Totalitas ini kemudian akan berkaitan lagi dengan kemampuan benak manusia yang lain (nalar, harapan, perasaan). Setiap manusia memang mampu melakukan “komputasi” terhadap stimulus yang diterima oleh lebih dari 50 juta urat-syaraf manusia. Namun semua stimulus yang diterima pancaindera itu pun belum cukup untuk memberi makna terhadap ruang, benda, bentuk, dan sebagainya di sekitar kita. Pemaknaan terhadap dunia sekeliling itu hanya dapat dilakukan dengan melakukan persepsi. Sensasi dari pancaindera memang perlu, tetapi bukan satu-satunya penentu bagi kemampuan kita memahami keadaan di sekeliling.
Kalau sensasi saja tidak cukup untuk menimbulkan persepsi, lalu apa yang dilakukan manusia untuk memaknai dunia sekelilingnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, von Foerster merujuk ke pandangan ahli matematik, fisika, dan filsuf Perancis bernama Henri Poincarĕ yang secara khusus membahas persoalan makna benda, ruang dan waktu bagi manusia. Menurut Poincarĕ, manusia melakukan persepsi tentang dunia di sekelilingnya dengan melakukan gerakan-gerakan fisik. Manusia berpindah-pindah posisi tubuh untuk mengorientasikan pancaindera, dalam rangka mendapatkan berbagai sensasi yang kemudian dia pakai untuk persepsinya. Keseluruhan gerakan fisik ini disebut juga motorium.
Bayangkanlah jika kita harus masuk ke sebuah kamar yang asing sama sekali. Pertama kali masuk, maka kita cenderung secara otomatis mengidarkan pandangan, bergerak ke sana dan ke sini, mengubah-ubah posisi, sambil terus “membuka” pancaindera untuk menerima masukan berbagai sensasi (tidak hanya sensasi visual, tetapi juga audio, bau, dan sebagainya). Dari gerakan-gerakan inilah sebenarnya kita lalu dapat menggabungkan berbagai sensasi menjadi makna, misalnya: “Oh, betapa luas dan nyaman kamar ini!”.
Dengan penjelasan Poincarĕ itulah, von Foerster kemudian merumuskan bahwa sensorium dapat diberi arti atau interpretasi oleh motorium, sekaligus juga motorium dapat diberi arti atau interpretasi oleh sensorium. Sebuah hardikan “BERSIAP!” tidak sertamerta menimbulkan makna hanya karena pancaindera pendengaran kita menerima hardikan itu, dan tubuh kita bergerak menjadi tegak dan siap-sedia. Pancaindera pendengaran hanya menerima sinyal berupa hardikan. Makna dan akibat yang ditimbulkan oleh hardikan itu harus melalui berbagai proses sebelum menimbulkan gerak. Seorang komandan yang berteriak, “BERSIAP!” atau “TIARAP!” dan diikuti oleh sepasukan tentara dengan gerakan siap-sedia atau bertiarap menunjukkan bahwa sinyal dari si komandan tersebut menjadi bermakna karena ada gerakan-gerakan tertentu di anggota pasukan yang ada di bawah perintahnya. Tetapi, sinyal yang sama dapat pula diinterpretasi secara berbeda. Jika seseorang memutuskan untuk meninggalkan barisan dan lari terbirit-birit maka kata atau sinyal “BERSIAP!” akan punya makna baru!
Dengan contoh ini, von Foerster memperjelas prinsip sibernetikanya yang terkenal, yaitu circularity atau keselingkaran. Prinsip ini melihat manusia atau mahluk hidup pada umumnya bukanlah sebuah sistem trivial. Mahluk hidup memang menerima masukan (atau stimulus) ke dalam sistemnya, namun luaran atau akibat dari masukan itu tidak selalu dapat diduga, dan selalu menimbulkan sebuah proses melingkar, sedemikian rupa sehingga keseluruhan sistem berperilaku sangat rumit. Ini berbeda dengan sistem yang berupa mesin buatan manusia. Setiap mesin pada dasarnya mengandung berbagai masukan dan luaran yang sudah dapat diduga atau sudah dirancang sebelumnya. Sistem mesin bersifat trivial dan dengan proses linear. Sistem mahluk hidup bersifat non-trivial dan selalu melingkar sepenuhnya, atau melingkar secara tertutup (awal bertemu akhir).
Komunikasi manusia adalah sebuah sistem non-trivial yang memenuhi prinsip melingkar tertutup. Bukan sebuah proses pertukaran informasi. Teori von Foerster memang menganggap bahwa semua objek di semesta ini bukanlah entitas primer (primary entities) yang punya kenyataan dalam dirinya sendiri, melainkan adalah hasil keterampilan yang bergantung kepada kemampuan si subjek (organisme). Keterampilan ini harus dipelajari oleh si subjek dan akan dipengaruhi pula oleh konteks kulturalnya.
Bagaimana hal di atas dapat dipakai untuk memahami komunikasi manusia? Menurut Foerster, dalam komunikasi antar manusia yang terjadi adalah komunikasi antar subjek, bukan antar objek. Kedua subjek akan berinteraksi dengan satu sama lainnya secara bolak-balik dan akhirnya melebur menciptakan perilaku yang stabil. Bagi pengamat di luar kedua subjek tersebut (misalnya seorang ilmuwan komunikasi), maka perilaku tersebut tampak sebagai communicabilia (tanda, simbol, kata, dan sebagainya). Lalu, jika pengamat itu mengabaikan proses keselingkaran dan pencapaian ekuilibrium, maka komunikasi antar kedua subjek seolah-olah hanyalah manipulasi simbol-simbol yang bersifat fisik dan “di luar” kedua subjek. Inilah yang menurut Foerster sebagai sumber kesalah-kaprahan dalam memahami simbol, informasi, pengetahuan, kognisi, dan komunikasi antar manusia.
Bacaan:Von Foerster, H. (1980), “Epistemology of communication” dalam The Myths of Information : Technology and Postindustrial Culture, ed. K. Woodward, London : Routledge & Kegan Paul, hal. 18 – 27.
Tags:
0 comments
Kebijakan Informasi (Information Policy)
May 9, '08 3:51 AMfor everyone
Sumber : http://blog.360.yahoo.com/blog-5O_KTCghbrJaNniLLYh4tb2K5w--?cq=1&p=178
Kebijakan Informasi (Information Policy)
Saat ini informasi bukan lagi semata-mata entitas kebendaan. Penggunaan informasi dalam berbagai bentuk sudah merata di segala lapisan kehidupan, sehingga akhirnya sebuah masyarakat perlu melakukan pengaturan atau regulasi yang berkaitan dengan informasi. Dari sini lah muncul keperluan akan kebijakan informasi (information policy)
Menurut Hernon dan Relyea (2003), kebijakan informasi adalah:
... a set of interrelated principles, laws, guidelines, rules, regulations, and procedures guiding the oversight and management of the information lifecycle: the production, collection, distribution/dissemination, retrieval and use, and retirement, including preservation, of information. Information policy also embracess access to, and use of, information and records; records relate to the conduct of government business and provide an audit trail for holding government accountable. Colectively, policies form a framework that profoundly affects the manner in which an individual in a society, indeed a society itself, makes political, economic, and social choices.
Terlihat dalam definisi tersebut betapa daur hidup (life cycle) informasi sebenarnya merupakan prinsip dasar kepustakawanan pula. Sesungguhnya pula, perpustakaan adalah institusi pertama dalam kehidupan moderen yang mengurusi kelima tahap dalam siklus itu (pembuatan, pengumpulan, penyebaran, penemuan dan penggunaan, dan perawatan informasi). Selain itu, kebijakan informasi di sebuah masyarakat juga segera dikaitkan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Kita percaya, negara dan pemerintah adalah penghasil dan pengelola informasi terbesar di setiap bangsa, dan karena itu juga berpotensi menyalah-gunakan informasi secara besar-besaran. Itulah sebabnya, setiap kebijakan informasi di sebuah masyarakat harus mengatur pula perilaku aparat pemerintah.
Kebijakan informasi di sebuah masyarakat menarik untuk dikaji, sebab cara masyarakat itu mengatur siklus hidup informasi akan sangat menentukan perkembangan masyarakat yang bersangkutan. Dalam konteks penelitian ini, menurut Rowland (1997) ada berbagai konsep tentang kebijakan informasi. Ada yang bersifat menyeluruh dan berupaya mencakup semua undang-undang, peraturan, dan kebijakan yang mendorong, melarang, atau mengatur penciptaan, penggunaan, penyimpanan, dan penyebaran informasi. Dalam konteks ini, kebijakan informasi diarahkan untuk tujuan politik maupun birokratik (dan keduanya belum tentu sejalan!), dan karena kebijakan ini biasanya datang dari pemerintah, maka pembentukan, pelaksanaan dan evaluasinya akan menghasilkan berbagai dokumen -kertas kerja, rancangan undang-undang, memoranda yang bisa jadi bahan penelitian.
Para peminat penelitian kebijakan informasi juga harus menyadari kompleksitas kebijakan informasi, sebab pengertian “kebijakan” di sini seharusnya tidak tunggal melainkan beragam dan bermacam-macam. Sejak kemajuan teknologi melahirkan berbagai kegiatan pengolahan informasi, maka berbagai peraturan bermunculan, mulai dari pengaturan tentang jual-beli jasa informasi sampai undang-undang tentang akses ke informasi publik dan perlindungan terhadap data pribadi. Selain melibatkan berbagai isu yang beragam, kebijakan informasi juga memperlihatkan kompleksitas dalam hal pembuatannya. Setiap kali suatu masyarakat ingin membuat kebijakan tentang informasi, maka terjadi konflik kepentingan baik dari segi tujuan, sasaran, kebiasaan, perencanaan, pemangku kepentingan (stakeholders), dan sebagainya yang seringkali tidak pernah dapat memuaskan semua pihak. Itu sebabnya, seringkali pula kebijakan informasi harus memenuhi syarat fleskibel, dinamis, dan responsif terhadap perubahan jaman.
Salah satu ciri dari kebijakan informasi adalah ia sekaligus membentuk dan bereaksi terhadap kjadian-kejadian sehingga kebijakan itu dapat dianggap sebagai variabel dependen maupun independen dalam kajian-kajian ilmiah tentang kebijakan publik. Jika dianggap sebagai variabel dependen, maka kajian tentang kebijakan informasi harus memperhatikan lingkungan, kultur, kondisi ekonomi dan berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan kebijakan itu. Dari segi ini maka kebijakan informasi dapat secara luas diartikan sebagai mekanisme sosial yang digunakan untuk mngendalikan informasi, dan akibat-akibat sosial dari penerapan mekanisme itu.
Secara sempit, kajian tentang kebijakan informasi sering dikaitkan dengan pengaruh perkembangan tentang hak intelektual atas informasi atau kebijakan tentang perpustakaan umum terhadap perkembangan profesi informasi. Dalam kenyataannya, sulit melepaskan kebijakan informasi dari keseluruhan konteks sosial dan politik suatu masyarakat. Setidaknya ada tiga tingkatan hirarki kebijakan informasi:
Kebijakan infrastruktural, seperti misalnya kebijakan tentang pajak atau undang-undang pekerja, kebebasan berserikat, dan kebijakan pendidikan yang berlaku secara meluas di sebuah masyarakat, dan berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kebijakan informasi. Kebijakan infrasturktural ini membentuk konteks sosial-ekonomi bagi kebijakan dan kegiatan informasi.
Kebijakan informasi horisontal, yang mengandung aplikasi khusus dan langsung berpengaruh pada sektor informasi, seperti kebijakan yang mengharuskan penyediaan perpustakaan umum, pajak terhadap buku, atau undang-undang proteksi data.
Kebijakan informasi vertikal, yang berlaku untuk sektor informasi tertentu saja, misalnya pengaturan di kalangan komunitas pengelola informasi geografis.
Para peneliti ilmu sosial dan politik telah mengembangkan berbagai model dan teori untuk menganalisis kebijakan publik, walau hanya sedikit saja yang secara khusus menekankan aspak kebijakan informasi. Salah satu model dibuat oleh Dyer (1972) yang menyatakan bahwa penelitian tentang kebijakan informasi sebenarnya adalah "deskripsi tentang isi kebijakan publik; penilaian terhadap dampak daya lingkungan terhadap isi kebijakan publik, dan analisis terhadap efek pengaturan institusi maupun proses politik terhadap kebijakan publik; penelitian terhadap konsekuensi kebijakan publik terhadap sistem politik, dan evaluasi dampak kebijakan publik terhadap masyarakat, baik sebagai konsekuensi yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan".
Para peneliti yang tertarik pada kebijakan informasi memang akhirnya seringkali harus pula belajar ilmu politik dan ekonomi.
Bacaan
Hernon, P. dan Relyea, H.C. (2003). “Information policy” dalam Encyclopaedia of Library and Information Science, ed. Drake, M.A., New York : Marcel-Dekker, hal. 1300 – 1315
Rowlands, I (1997), “Understanding information policy : concepts, frameworks and research tools” dalam Understanding Information Policy, ed. I. Rowlands, London : Bowker-Saur, hal. 27 – 45.
Dye, T.R. (1972), Understanding Public Policy. Englewood : Prentice-Hall.
Tags:
0 comments
Bibliometrika atau Informetrika?
May 9, '08 3:45 AMfor everyone
Sumber : http://blog.360.yahoo.com/blog-5O_KTCghbrJaNniLLYh4tb2K5w--?cq=1&tag=bibliometrika
Bibliometrika atau Informetrika?
Bibliometrika berkembang dari ketertarikan segelintir ilmuwan terhadap dinamika ilmu pengetahuan yang begitu menakjubkan pada saat Perang Dunia II usai. Dinamika ini tercermin dalam produksi literatur ilmiah yang tiba-tiba melonjak dan meluas. Di antara orang-orang yang tertarik pada dinamika ini, ada beberapa orang yang segera dikenal sebagai pionir untuk beberapa topik khusus, yaitu: (1) produksi karya ilmiah sejalan dengan waktu dan menurut negara asal ilmuwannya (Cole dan Eagles), (2) persoalan yang dihadapi perpustakaan dalam mengendalikan "ledakan" karya ilmiah (Bradford), dan (3) produktivitas ilmuwan dalam menghasilkan karya tulis (Lotka)
Ketiga topik di atas dikaji dengan memanfaatkan statistik untuk mengkuantifikasi dokumen, sehingga pada awalnya disebut “statistical bibilography”. Seorang ilmuwan bernama Pritchard lalu mengusulkan nama "bibliometrika" (bibliometrics) supaya segera dapat dikaitkan dengan "metrik" lainnya (econometrics, biometrics, dan sebagainya). Definisi bibliometrika dibuat sederhana saja: Application fo mathematical and stasticical methods to books and other media of communication. Tetapi kesederhanaan ini sering juga menimbulkan kebingungan, karena menjadikan bibliometrika sebuah kajian amat luas mencakup segala bentuk komunikasi.
Sementara itu, sempat juga muncul usul "librametrics". Ini datang dari istilah "librametry" yang pada tahun 1948 diusulkan oleh Ranganathan. Berbeda dengan bibliometrika yang mengutak-atik komunikasi ilmiah, librametrics berkembang menjadi kajian statistik tentang sirkulasi, fenomena tumpangtindih koleksi perpustaaan, masalah-masalah efisiensi dalam akuisisi, kebijakan pengenaan denda, alokasi buku di rak perpustakaan, dan sejenisnya. Penelitian di bidang ini sering memakai operation research, yang memang populer untuk manajemen segala jenis organisasi. Jadi, akhirnya librametrics sering dianggap cabang dari bagian dari manajemen perpustakaan saja.
Ketika komputer mulai digunakan untuk menyimpan dan mengolah data bibliografi, cara pengolahan dan manipulasi statistik pun jadi makin "berani" dan makin rumit. Industri pembuat abstrak dan indeks, misalnya Institute for Scientific Information, sangat tertarik pada bibliometrika. Mereka berusaha mengukur kinerja penulis ilmiah dan jurnal dengan menciptakan ukuran yang dikenal dengan nama "impact factor". Sejak itulah para biblometris giat melakukan apa yang disebut citation analysis sebagai kegiatan sentral bibliometrika.
Sementara itu muncul bidang khusus "scientometrics" yang diambil dari bahasa Russia noukometriya, diusulkan tahun 1969 oleh ilmuwan Rusia Nalimov dan Mul’chenko. Usul ini berkembang menjadi kajian kuantitatif tentang ilmu dan teknologi. Salah satu kegiatan formal dari bidang ini yang sudah diterima secara internasional adalah pembuatan indikator ilmu dan teknologi (S & T indicators) untuk mengukur kinerja negara-negara di dunia ini. Tentu saja ini tidak bisa disamakan dengan bibliometrika yang lebih "mikro" karena terfokus ke literatur, sementara scientometrics mengukur kegiatan ilmiah yang lainnya juga seperti praktik dan pendanaan penelitian, struktur organisasi, manajemen, peran dalam ekonomi, dan sebagainya.
Lalu datanglah informetrika (informetrics). Dalam bahasa Jerman "informetrie", pertama diusulkan oleh Nacke tahun 1979 sebagai bagian dari ilmu informasi yang mengurus pengukuran semua fenomena informasi secara matematis. Tulisan tentang informetrika secara umum sudah pernah dimuat di blog ini -silakan dibaca di sini.
Tetapi ada pandangan lain. Menurut Wilson (1999), jika ingin disempitkan, maka “informetrics covers and replaces the field of bibliometrics, including citation analysis, and includes some recent subfields such as Webometrics. It is distinct from theoritical information retrieval with respect to goals, and librametrics with respect to both goals and often its objects of analysis. It overlaps strongly with scientometrics, and less so with scholarly communication stuides, with respect to the analysis of scientific literature".
Tidak semua orang sepakat dengan Wilson, tentu saja. Kaum bibliometris mungkin akan justru mengatakan bahwa informetrika adalah bagian dari bibliometrika. Konon ini ada hubungannya juga dengan "pertengkaran" antara kaum pustakawan dan kaum dokumentalis. Paul Otlet, dari pihak kaum dokumentalis, pernah bilang bahwa perpustakaan hanya mengurus buku atau dokumen sejenis, tidak secara khusus mengurus layanan informasi untuk ilmuwan. Itu sebabnya, bagi kaum dokumetalis, informetrika bukan bibliometrika.
Begitu, lah, kira-kira duduk persoalannya.
Rujukan:
Wilson, C.S (1999), “Informetrics” dalam Annual Review of Information Science and Technology, Cronin, B. (ed.), vol. 34, Medford, NJ : Information Today Inc, hal. 101-247.
Tags:
0 comments
Pustakawan Meneliti Metode Penelitian
May 9, '08 3:21 AMfor everyone
Sumber : http://blog.360.yahoo.com/blog-5O_KTCghbrJaNniLLYh4tb2K5w--?cq=1
Fenomenologi
Tersebutlah seorang filsuf bernama Edmund Husserl (1859-1938). Dia seorang yang menyukai angka-angka dan terdidik menjadi ahli matematika dan fisika. Seperti yang kita ketahui, dua cabang ilmu ini tergolong ilmu alam atau ilmu pasti. Namun, Husserl rupanya bosan bergaul dengan angka. Dia lalu melanjutkan pengembaraannya dalam dunia ilmu dengan mempelajari fenomena masyarakat di sekitarnya, alias fenomena sosial. Bergaul lah dia dengan ilmu-ilmu sosial dan filsafat-filsafat tentang kehidupan manusia. Setelah beberapa lama, dia percaya bahwa ilmu sosial memang memerlukan cara-pandang peneliti yang berbeda daripada cara-pandang ilmuwan alam.
Husserl lah yang akhirnya mengajak ilmuwan sosial berdiri pada posisi subjektif ekstrim dan menjauhi objektivisme. Mengapa dia begitu ngotot dengan sikap subjektif? Karena bagi Husserl dan pengikutnya, dunia ini semata-mata adalah serangkaian kesadaran manusia dalam bentuk pengalaman-pengalaman hidup. Atau dapat kita balik: semua pengalaman hidup manusia sebenarnya adalah kesadaran, sebab hidup manusia memang akhirnya dijalani dan dipahami dalam keadaan sadar, bukan? Okay, lah, sekali-sekali kita tidak sadar -misalnya ketika tertidur, atau pingsan. Namun bahkan masa-masa kita "tidak sadar" itu pun akhirnya kita pahami (atau kita pelajari) dalam keadaan sadar. Bukankah kita selalu secara sadar memperbincangkan mimpi-mimpi kita?
Menurut Husserl, seorang ilmuwan sosial punya tugas utama menjelajahi dan mengungkapkan pengalaman-pengalaman hidup manusia. Dengan kata lain, ilmuwan sosial mempelajari kesadaran-kesadaran manusia secara cermat dan seksama. Tujuannya adalah untuk sampai pada kesimpulan yang utuh tentang hal-hal yang paling mendasar. Misalnya, membaca adalah serangkaian pengalaman. Seseorang membeli buku, atau meminjamnya dari perpustakaan, lalu pulang dan tidur-tiduran di sofa sambil membaca. Lalu dia tertidur, dan terbangun lagi 1 jam kemudian, terhuyung-huyung menuju dapur untuk membuat secangkir kopi. Lalu, dengan kopi mengepul-ngepul di cangkirnya, dia menuju teras dan duduk di sana melanjutkan bacaannya. Semua dilakukan dengan penuh kesadaran. Apa yang sesungguhnya dia alami? Bagaimana dia secara sadar melakukan semua yang dilakukannya? Apa yang terjadi dengannya secara kesadaran? Itu lah yang harus dipelajari seorang ilmuwan sosial jika hendak memahami pengalaman membaca!
Untuk dapat secara sungguh-sungguh memahami dan ikut menyadari pengalaman orang yang membaca buku seperti di atas, seorang ilmuwan sosial harus betul-betul cermat mengamati semua yang terjadi. Dia juga harus menggunakan kesadarannya sendiri, untuk ikut merasakan apa yang dirasakan objek penelitiannya, agar sampai pada pemahaman tentang kesadaran objek penelitiannya. Dalam contoh penelitian tentang membaca di atas, seringkali seorang peneliti harus pula orang yang punya kesadaran penuh tentang membaca itu sendiri. Dengan kata lain, seorang ilmuwan sosial adalah manusia biasa juga! Ini sebenarnya bentuk pengakuan paling mendasar tentang keterbatasan manusia -walaupun dia mengaku dirinya adalah seorang ilmuwan. Bagi Husserl dan kawan-kawan, penelitian tentang manusia akan lebih baik jika dilakukan oleh manusia pula -bukan "mahluk" istimewa yang lebih tinggi derajatnya dari manusia.
Ini lah yang dinamakan fenomenologi, sebuah prinsip penelitian dengan tujuan utama mempelajari esensi-esensi kehidupan serta antar-kaitan berbagai hal (kaitan antara buku dan secangkir kopi, misalnya!) secara menyeluruh dan seksama. Para penganut aliran fenomenologi rajin menggunakan intuisi langsung (direct intuition) dan secara dekat merasakan pengalaman-pengalaman hidup manusia untuk menemukan apa yang mereka sebut sebagai "struktur dasar dari kehidupan" .
Prosedur utama fenomenologi ini dikenal dengan istilah epoche, yaitu saat seorang peneliti mengenali dan secara sementara menyingkirkan semua pandangan pribadinya, sehingga ia dapat masuk secara "bersih" ke dunia subjektif yang sedang ditelitinya. Ia kemudian menempatkan dirinya dan subjektivitasnya di dunia yang ditelitinya. Perhatikanlah bahwa fenomenologi dengan demikian memandang "netralitas" sebagaimana yang diusulkan positivisme secara sangat berbeda, karena justru mengakui dan menempatkan subjektivitas di atas segalanya.
Aliran fenemonologi ini tidaklah tunggal. Husserl dan pengikutnya dianggap sebagai penganut fenomenologi transendental (transcendental phenomenology) karena tidak berupaya memahami dunia sebagai objek melainkan dunia sebagai makna semata. Sebaliknya, aliran fenomenologi eksistensial (existential phenomenology) memusatkan perhatian kepada apa yang disebut Lebenswelt (life-world, dunia sehari-hari), bukan kepada tataran kesadaran transendental semata. Aliran ini terutama dibentuk oleh pemikiran Alfred Schultz (1899-1959) yang menekankan pentingnya seorang peneliti sosial secara sungguh-sungguh memahami orang lain, yaitu dengan secara sengaja menangkap pengalaman orang lain, seakan-akan masuk ke dalam orang lain itu untuk melihat alur kesadarannya. Fenemonologi eksistensialis menekankan perlunya pemahaman yang benar terhadap makna-makna subjektif, serta pentingnya pertukaran dan interaksi langsung antara peneliti dan yang diteliti.
Bagi Schultz dan pengikutnya, upaya menemukan pemahaman seperti ini adalah sebuah proses tipifikasi (typification) yaitu proses yang dijalani seseorang ketika ia menerapkan interpretasinya sendiri untuk memahami tindakan orang lain. Lewat tipifikasi inilah setiap orang mengatur dan menjalani realita sehari-hari. Setiap orang melakukan tipifikasi ini sesuai dengan situasi dan konteks sosial yang dihadapinya, sehingga manusia sebenarnya hidup dalam dunia yang multi-realita. Ilmu sosial, bagi Schultz, adalah ilmu yang berupaya mempelajari kompleksitas tipifikasi dan dunia multi-realita lewat penelitian dalam suasana kesehari-harian.
Seorang peneliti fenomenologi akan menempatkan dirinya sebagai bagian dari lingkup sosial orang-orang yang sedang dia teliti. Jika Anda ingin meneliti perilaku masyarakat Jakarta dalam menggunakan perpustakaan umum, misalnya, Anda harus hidup seperti mereka, merasakan apa yang mereka rasakan, melakukan apa yang mereka lakukan, dan akhirnya menjadi bagian dari mereka. Setelah berhasil "menjadi mereka", barulah Anda menggunakan semua pengetahuan dan pemahaman yang pernah Anda peroleh (misalnya yang Anda peroleh dari bangku kuliah) untuk mengungkapkan apa yang Anda alami dan rasakan dan pahami.
Kalau Anda dapat melakukannya dengan baik, boleh lah kini Anda mengaku sudah melakukan penelitian!
Tags: metode, penelitian, kualitatif
Tuesday August 28, 2007 - 06:03am (ICT) Permanent Link 0 Comments
Verstehen
Filsuf Wilhelm Dilthey (1833-1911) menyatakan bahwa perbedaan antara ilmu pasti-alam dengan ilmu sosial-budaya adalah pada substansi. Kedua ilmu ini mengurusi masalah atau topik (subject matter) yang berbeda. Ilmu pasti alam menyelidiki proses ekternal dunia material, sementara ilmu sosial-budaya menyelidiki proses internal akal manusia. Apa bedanya? Kalau seorang penulis menghasilkan sebuah buku, maka proses pikir penulis itu adalah proses internal. Bagaimana dengan bukunya sendiri -bukan kah itu "eksternal" dan berupa benda? Betul! Namun, menurut Dilthey, pemahaman tentang proses internal (di dalam diri) penulis ini tidak dapat dilakukan dengan mengkaji bukunya sebagai sebuah benda. Untuk memahami proses internal, Dilthey memperkenalkan istilah verstehen (understanding, memahami) yang menjadi inti dari ilmu-ilmu sosial-budaya.
Max Weber (1864 - 1920) mengembangkan pengertian verstehen ini di dalam ilmu sosial dan sampai pada kesimpulan bahwa untuk meneliti persoalan-persoalan manusia perlu metode yang tepat bagi tataran makna (sebagai lawan dari tataran penampakan yang selama ini dipakai ilmu alam dan aliran positivisme). Menurut Weber, fungsi utama ilmu sosial adalah melakukan interpretasi terhadap persoalan-persoalan sosial. Dari sinilah muncul interpretivisme dan Weber menegaskan bahwa seorang ilmuan sosial bertugas memahami makna subjektif dari aktivitas sosial. Istilah dari Weber inilah yang kemudian sering dipakai untuk membuat dua kutub: positivisme dan interpretivisme. Lihat di sini tentang pembahasan sekilas keduanya.
Pandangan dasar Dilthey menganggap bahwa manusia adalah mahluk yang sepanjang hidupnya meng-eksternal-kan apa yang terjadi dalam proses internal pikirannya (misalnya, pikiran seorang penulis) dengan jalan menciptakan artefak-artefak budaya yang punya ciri-ciri objektif atau ciri kebendaan (misalnya, sebuah buku). Proses mengeksternalkan apa yang internal untuk menjadi sebuah objek berciri kebendaan ini dikenal sebagai "objektifikasi". Sebab itulah pandangan Dilthey ini sering disebut pandangan yang idealis-objektif. Semua institusi sosial (misalnya perpustakaan!), karya seni, literatur, bahasa, religi, dan sebagainya, adalah hasil dari proses objektifikasi, dan inilah yang harus dikaji oleh seorang ilmuwan sosial. Dilthey juga percaya bahwa "kehidupan" sebenarnya bukanlah kehidupan biologis melainkan totalitas sejarah pengalaman umat manusia, sebab itulah ilmu pasti-alam tidak dapat mengkaji masalah sosial-budaya.
Untuk menerapkan prinsip verstehen dalam penelitian, Dilthey memperkenalkan metode hermenetik (hermeneutics). Dengan metode ini, Dilthey membuat perbedaan yang tegas antara "menjelaskan" dan "memahami" untuk memisahkan ilmu pasti-alam dari ilmu sosial-budaya. Ilmu pasti-alam adalah ilmu yang bertujuan menjelaskan aspek sebab-akibat dari objek alamiah yang diteliti, sedangkan ilmu sosial-budaya berupaya mengembangkan pemahaman lewat empati kepada hal yang diteliti. Selain itu, "memahami" dalam hermenetika harus didasarkan pada dua hal, yaitu pengetahuan tentang hal yang diteliti dan pengertian yang mendalam tentang dunia yang lebih luas. Ajaran Dilthey ini antara lain dipertegas oleh Friederich Schleiermacher (1768-1834) yang mengusulkan apa yang disebut lingkaran hermenetik (hermeneutic circle) dengan menyatakan bahwa keseluruhan dunia sosial (social whole) harus dipahami bersama-sama dengan satuan-satuannya (parts), dan sebaliknya. Sebuah kalimat harus dipahami dengan memahami setiap kata-kata di dalamnya, sedemikian rupa sehingga setiap kata dapat dipahami dengan memahami kalimatnya. Fenomena sosial juga dapat diberlakukan seperti kita memahami kalimat; keseluruhan fenomena itu harus dipahami lewat pemahaman bagian-bagiannya, dan sebaliknya.
Cara untuk mendapatkan pemahaman ini adalah lewat apa yang disebut menghidupkan-kembali (re-enactment). Hermenitik menentang metode positivis yang mereduksi dunia sosial menjadi kaitan-kaitan variabel kuantitatif, karena metode seperti ini tidak dapat memberikan pemahaman kepada kita tentang betapa kompleksnya hubungan sosial antar manusia. Metode-metode ilmu pasti-alam hanya cocok untuk objek-objek alam yang tidak punya opini atau perasaan, yang tidak terpengaruh oleh konteks dan sejarah kehidupan umat manusia. Kalau obyeknya adalah kehidupan manusia, maka menurut Dilthey perlu metode yang dapat memahami inspirasi manusia sebagai pribadi. Inspirasi pribadi ini terbentuk dan dilandaskan pada ekspresi-ekspresi (ungkapan) sosial umat manusia yang tersedia di lingkungan tempat pribadi itu hidup, dan sudah terpatri secara permanen sebagai bagian dari sejarah sosial dan sejarah pribadi itu.
Jadi, kalau seorang peneliti ingin memahami inspirasi pribadi itu, maka ia harus pula memahami ekspresi-ekspresi yang mendasarinya antara lain lewat kegiatan menciptakan-kembali (re-creating) dan menghidupi-kembali (re-living). Upaya metodologis untuk memahami ekspresi yang sudah terpatri secara permanen itu disebut exegis. Oleh karena pikiran manusia hanya dapat menjadi ekspresi yang utuh, lengkap -dan karena itu dapat secara objektif dipahami- dalam bentuk bahasa, maka exegis berpuncak pada interpretasi terhadap rekaman tertulis alias teks.
Selanjutnya, Martin Heidegger (1889 - 1976) menyatakan bahwa kehidupan manusia tidak hanya dapat dilihat dalam bentuk teks yang mewakilinya tetapi juga dalam bentuk interaksi antara teks dengan orang yang membaca dan menginterpretasinya. Teks di sini diartikan secara meluas dan merupakan bagian utama dari sejarah umat manusia. Bagi Heidegger, segala sesuatu di dunia ini hadir dan berada dalam kesatuan kesadaran manusia yang menjalani hidupnya sehari-hari (average everydayness), sehingga untuk memahami kehadiran atau keberadaan sesuatu, cara satu-satunya adalah dengan memahami fenomena kesehari-harian manusia (the phenomenological of everydayness)
Pandangan seperti inilah yang oleh Hans-Georg Gadamer dikembangkan lebih lanjut sehingga hermentik dan lingkaran hermenetik sebenarnya bukan hanya metodologi, tetapi adalah sifat dasar dari semua pemahaman umat manusia tentang dirinya dan dunia sosialnya. Gadamer menegaskan pula bahwa sejarah kehidupan sosial tidak dapat dipelajari sebagai objek material yang terpisah. Seorang peneliti sosial-budaya hanya dapat memahami kehidupan sosial jika ia berdialog dengan orang-orang yang ditelitinya dalam kondisi sehari-harinya. Dalam hal ini, maka interaksi antara yang diteliti dengan yang meneliti adalah kunci utama penelitian ilmu sosial-budaya, sehingga kemampuan bahasa dan komunikasi seorang peneliti sosial-budaya menjadi sangat menentukan keberhasilan sebuah penelitian.
Misalnya, untuk sungguh-sungguh memahami kehidupan sosial-budaya yang khusus berkaitan dengan perpustakaan dan buku, seorang peneliti harus "hidup bersama" dengan para pelaku kedua institusi sosial itu. Dengan memakai pandangan Dilthey, Heidegger, dan Gadamer, maka adalah mustahil kita dapat memahami Kepustakawanan Indonesia secara utuh, kalau kita hanya mengandalkan survei atau eksperimen.
Tags: metode, penelitian
Sunday August 26, 2007 - 07:23pm (ICT) Permanent Link 0 Comments
Eksperimen
Dalam bahasa awam, kata "eksperimen" seringkali diartikan sebagai coba-coba. Bahkan kalimat, "Jangan bereksperimen dengan hidupmu!" diartikan sebagai jangan main-main atau menempuh risiko dalam hidup ini. Namun dalam tradisi ilmu pasti-alam, penelitian eksperimental justru diletakkan pada posisi terhormat, terutama karena penelitian jenis ini dilakukan dengan sangat memperhatikan kehandalan dan kesahihan, khususnya kesahihan internal, yang dipakai untuk memastikan hubungan sebab-akibat dalam sebuah penelitian.
Kesahihan internal (internal validity) adalah kepastian hubungan sebab-akibat dalam sebuah penelitian. Jika sebuah penelitian mengambil kesimpulan bahwa x adalah penyebab dari y, maka seberapa yakinkah kita bahwa x pasti dan selalu menyebabkan y? Jika kita menyimpulkan bahwa tingkat temuan (recall) dokumen dalam sistem informasi akan meningkat pada saat tingkat presisi (precision) menurun, seberapa pastikah hubungan tersebut? Kesahihan internal memperoalkan cara peneliti menetapkan variabel yang mempengaruhi (disebut pula independent variable atau variabel bebas) dan variabel terpengaruh (dependent variable). Seorang peneliti harus mengungkapkan tingkat keyakinannya bahwa variable bebas menentukan variabel terpengaruh, dan seberapa besar pengaruh itu dapat dipastikan selalu ada.
Dalam ilmu alam dan ilmu pasti, penelitian eksperimen dianggap paling cocok untuk mendapatkan tingkat kesahihan internal yang tinggi. Mengapa? Karena dalam ilmu alam peneliti dapat mengendalikan kedua variabel secara lebih mudah, terutama jika variabel itu berkaitan dengan benda mati, yang tentu saja tidak bisa menolak untuk diteliti!
Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium (laboratory experiment) maupun di lapangan atau di suasana sesungguhnya (field experiment). Dalam penelitian temu-kembali informasi, misalnya, kita bisa memisahkan antara experimental information retrieval dan practical information retrieval - yang pertama dilakukan di laboratorium, dan yang kedua di luar laboratorium. Perbedaannya jelas dari namanya: yang satu dilakukan di sebuah tempat dalam situasi terbatas dan sepenuhnya berada dalam pengawasan peneliti, yang satu lagi dilakukan dalam suasana sesungguhnya walaupun juga tetap dalam kendali peneliti. Eksperimen laboratorium dalam ilmu perpustakaan dan informasi pada umumnya menyangkut alat temu-kembali informasi, sementara eksperimen di lapangan biasanya dilakukan jika menyangkut manusia sebagai pengguna jasa informasi tertentu.
Apa pun jenis eksperimennya, seorang peneliti perlu melakukan manipulasi variabel-variabel penelitiannya untuk mengetahui apakah variabel bebas betul-betul mempengaruhi variabel terikat. Hal yang akan diteliti dalam sebuah eksperimen (disebut juga experimental subject) biasanya dipisahkan ke dalam dua atau lebih kelompok, masing-masingnya mewakili jenis atau tingkatan variabel bebas yang berbeda. Kemudian peneliti menguji seberapa kuat variasi dari masing-masing kelompok tersebut dalam menimbulkan perbedaan terhadap variabel terikatnya. Dengan demikian, dalam bentuknya yang paling sederhana, sebuah eksperimen melibatkan dua macam kelompok, yaitu (a) kelompok eksperimental atau kelompok yang mendapatkan perlakuan tertentu (treatment group) dan (b) kelompok pengendali (control group). Kelompok pertama mendapat perlakuan-perlakuan yang disesuaikan dengan variasi nilai yang ingin diukur oleh peneliti.
Misalnya, kita ingin tahu apakah mahasiswa yang mendapat pelatihan dalam menggunakan katalog terpasang (online catalog) dapat lebih cepat menemukan dokumen yang mereka butuhkan. Di sini, variabel bebasnya adalah pelatihan dengan dua variasi nilai, yaitu "ada pelatihan" dan "tanpa pelatihan". Sedangkan variabel terikatnya adalah kecepatan menemukan dokumen, misalnya bervariasi dari "lambat", "cepat", dan "sangat cepat". Untuk eksperimen ini kita memerlukan dua kelompok mahasiswa dan sebuah katalog terpasang. Terhadap kelompok pertama, kita berikan pelatihan menggunakan katalog yang tidak kita berikan kepada kelompok kedua. Setelah itu, kedua kelompok mendapatkan tugas yang sama untuk mencari beberapa dokumen. Dari kecepatan menemukan dokumen, kita berharap dapat mengambil kesimpulan apakah kelompok yang mendapatkan perlakuan khusus (mendapat latihan) akan lebih cepat menemukan dokumen. Dengan kata lain, apakah perlakuan khusus (variabel bebas) menentukan kecepatan menemukan dokumen (variabel terikat).
Eksperimen selalu menarik, terutama kalau kita dapat mengendalikan objek penelitian. Kadang-kadang, seorang peneliti bahkan mendapatkan begitu banyak keleluasaan dari kemampuannya memanipulasi keadaan untuk keperluan eksperimen. Namun, tentu saja akhirnya dia harus ingat, tidak semua hal dapat dilibatkan dalam eksperimen. Terutama kalau ada unsur manusia di dalam eksperimen itu.
Friday August 24, 2007 - 02:55pm (ICT) Permanent Link 0 Comments
Studi Longitudinal
Kritik utama terhadap metode survei yang digunakan untuk meneliti masalah sosial, adalah pada keterbatasannya untuk mengambil kesimpulan tentang hubungan sebab-akibat. Kalau kita mengadakan survei tentang "kebiasaan membaca" di masyarakat dan mencoba menduga-duga apa penyebab sebuah masyarakat tidak memiliki kebiasaan itu, maka metode survei dianggap kurang ampuh. Mengapa? Karena survei -sebagaimana sudah diulas sebelumnya- sebenarnya merupakan penelitian yang lebih tepat untuk dilakukan pada satu waktu tertentu, dalam satu kali tindakan. (pembahasan ringkas tentang survei dapat di lihat di sini)
Untuk memahami sebuah gejala secara lebih lengkap, seringkali kita perlu "mengikuti" gejala tersebut lebih lama dan lebih seksama. Dengan metode survei kita menyebarkan kuesioner, lalu mengumpulkan hasilnya dalam satu kegiatan. Kita tidak mengikuti sebuah gejala. Lain halnya dengan sebuah jenis penelitian lain, yang biasa disebut penelitian longitudinal.
Secara khusus, penelitian longitudinal didasarkan pada pendapat bahwa pemahaman tentang segala sesuatu akan lebih baik jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus. Terutama, prinsip ini sejalan dengan pandangan bahwa di dalam sebuah gejala yang berubah akan terlihat bukti yang paling jelas antara sebab dan akibat. Jika sebuah penelitian pada saat tertentu menemukan bahwa A menyebabkan B, maka jika pada saat yang lain hal sama juga berlaku, dan jika dalam jangka waktu yang sangat panjang hal serupa terus berlaku, penelitian ini dianggap menghasilkan kebenaran.
Dengan kata lain, penelitian longitudinal berlandaskan pula pada prinsip "keterulangan" -semakin sering sesuatu berulang terjadi, semakin pastilah bahwa sesuatu itu memang demikian adanya. Selain itu, untuk memahami sebuah gejala sosial secara lebih lengkap, penelitian longitudinal seringkali juga berskala besar, terutama karena waktu yang dihabiskan untuk penelitian ini tidak lah sedikit. Sebab itu, penelitian ini juga pada umumnya dilakukan oleh institusi besar. Walaupun demikian, sekelompok peneliti atau peneliti individu juga dapat melakukannya.
Dalam ilmu perpustakaan dan informasi terdapat beberapa penelitian longitudinal. Misalnya, penelitian sebuah penelitian tentang perilaku pencarian informasi di kalangan ilmuan humaniora memperlihatkan aspek lain dari dilakukan atau tidaknya suatu perilaku oleh seseorang, yaitu "ongkos" (cost) dari perilaku itu (Siegfierd, Bates dan Wilde, 1993). Penelitian ini melibatkan 27 orang ilmuan humaniora dalam rentang waktu dua tahun yang melakukan berbagai kegiatan dengan biaya dari Proyek Getty. Dalam penelitian tersebut, terlihat bahwa dipakai-tidaknya sebuah fasilitas pencarian informasi (dalam hal ini, fasilitas online), ditentukan oleh sejauh mana fasilitas itu dianggap berharga bagi pekerjaan seseorang.
Contoh lain, Stamatoplos dan Mackoy (1998) melakukan sebuah kajian terhadap kegiatan pendidikan pemakai dan pemberian petunjuk cara memanfaatkan perpustakaan, serta pengaruhnya terhadap kepuasan para mahasiswa dalam jangka panjang. Mereka menemukan bahwa pada umumnya mahasiswa mengaitkan kepuasan dengan kemudahan akses, kemampuan dan kesediaan pustakawan dalam menolong mahasiswa, dan ketersediaan fasilitas komputer.
Penelitian lain yang amat terkenal di bidang perpustakaan adalah yang dilakukan Kuhlthau (1991). Dia mengamati proses sense-making dalam diri siswa-siswa di Amerika Serikat selama mereka bersekolah di tingkat menengah, atas, dan di perguruan tinggi. Penelitian ini memperlihatkan tiga aspek sekaligus, yaitu aspek fisik (kegiatan), afektif (perasaan yang dialami) dan kognitif (pikiran). Lewat penelitian inilah Kuhlthau mengusulkan teorinya yang terkenal tentang information search process.
-------------------------------------
Rujukan:
Kuhlthau, C.C. (1991), "Inside the search process : Information seeking from the user's perspective" dalam Journal of the American Society for Information Science, vol 42 no 5, h. 361-371.
Siegfried, S., Bates, M.J., dan Wilde, D.N. (1993), "A profile of end-user searching behavior by humanities scholars : the Getty Online Searching Project Report No.2" dalam Journal of the American Society for Information Science, vol. 44 no. 55, h. 273-291
Stamatoplos, A. dan Mackoy, R. (1998) "Effects of Library Instruction on University Students' Satisfaction with the Library: A Longitudinal Study" dalam College & Research Libraries vol 59 no. 4 h. 323-334.
Tags: metode, penelitian
Thursday August 23, 2007 - 07:15pm (ICT) Permanent Link 0 Comments
Survei
Penelitian survei mungkin merupakan jenis penelitian yang paling populer baik di kalangan awam maupun kalangan akademisi. Di dalam ilmu sosial bahkan sering ada anggapan bahwa kalau seseorang berbicara tentang penelitian, nyaris pasti penelitian itu adalah sebuah survei. Dalam sejarah awal ilmu perpustakaan dan informasi, penelitian survei bahkan dianggap sebagai cara awal untuk mengilmiahkan bidang kegiatan perpustakaan. Sekolah pertama di Amerika Serikat yang menawarkan ilmu perpustakaan pada awal abad 19 mensyaratkan semua penelitinya menggunakan survei. Ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan manusia juga menjadikan survei sebagai salah satu cara utama, misalnya dalam ilmu komunikasi, ekonomi, manajemen, dan sebagainya.
Sebenarnya dapat dikatakan bahwa penelitian survei adalah jenis penelitian cross sectional (lintas bagian). Secara umum penelitian cross sectional menekankan kepada penelitian di satu masa tertentu (a point in time) terhadap beberapa variabel, melintasi berbagai persoalan yang diduga berkaitan dengan satu fenomena tertentu. Kata-kata "melintasi berbagai persoalan" inilah yang menyebabkan penelitian survei disebut cross sectional . Misalnya, fenomena yang diteliti adalah "kebiasaan mahasiswa menggunakan jasa perpustakaan". Katakanlah, ada 3 variabel yang mempengaruhi, yaitu "bidang studi yang didalami mahasiswa", dan "masa studi mahasiswa", dan "pandangan mahasiswa tentang studinya". Sebuah survei akan melakukan satu kali penelitian yang mencakup ketiga hal tersebut, di satu masa tertentu.
Banyak peneliti lupa bahwa sebuah survei sebenarnya bermaksud menemukan variasi nilai. Penekanan pada penemuan variasi atau perbedaan ini sangat penting. Itu sebabnya survei biasanya mengkaji lebih dari dua kasus atau dua kelompok yang diduga memiliki perbedaan. Itu pula sebabnya, penelitian lintas-bagian pada umumnya peduli terhadap jumlah sampel yang cukup besar dan memadai untuk menemukan sebanyak mungkin perbedaan dalam populasi. Memakai contoh di atas, survei terhadap kebiasaan mahasiswa harus menemukan sebanyak mungkin kasus atau isu atau topik (kebiasaan berkunjung, kebiasaan bertanya kepada pustakawan, kebiasaan tidur di perpustakaan, kebiasaan ngobrol, dan seterusnya) , untuk mengumpulkan variasi nilai yang sebanyak mungkin, dengan sampel yang sebanyak mungkin mewakili populasi. Jika semua mahasiswa di satu universitas dijadikan sampel, maka namanya sensus.
Hal lain yang perlu diingat adalah, pengumpulan data di sebuah survei dilakukan pada satu waktu tertentu, satu kali, dan secara bersamaan (atau setidaknya dalam jangka waktu yang berdekatan). Seseorang atau sebuah peristiwa hanya menjadi objek penelitian satu kali, pada saat yang sama (atau berdekatan). Dalam sebuah survei tentang kebiasaan mahasiswa, maka setiap mahasiswa yang menjadi sampel penelitian hanya menjawab kuesioner satu kali, bukan berkali-kali. Sekali jawaban sudah diberikan dan diserahkan kepada peneliti, tidak ada lagi kesempatan baginya untuk meralat. Peneliti juga tidak boleh kembali kepada objeknya untuk mengulangi penelitiannya. Dengan kata lain, survei adalah penelitian "sekali jalan". Survei memang harus dibedakan dari eksperimen, karena di dalam eksperimen seorang objek penelitian mendapat perlakuan sebelum-uji (pre-test) dan setelah-uji (post-test) dalam rentang waktu yang cukup jauh.
Penelitian cross sectional dan survei juga bertujuan menemukan pola keterkaitan atau asosiasi antar beberapa hal atau antar variabel. Survei tentang kebiasaan mahasiswa harus dapat menemukan apakah ada hubungan antara "bidang studi yang didalami mahasiswa", dan "masa studi mahasiswa", dan "pandangan mahasiswa tentang studinya". Tetapi ingat, sebuah survei dilakukan SATU kali di SATU masa. Akibatnya, jika di dalam sebuah survei seorang peneliti menemukan bahwa "bidang studi" berkaitan dengan "pandangan mahasiswa tentang studinya", maka ia sebaiknya berkesimpulan bahwa keduanya berhubungan pada saat itu (pada saat penelitian). Penelitian survei biasanya tidak memiliki kredibilitas setinggi penelitian eksperimental dalam hal hubungan sebab-akibat, karena penelitiannya dilakukan hanya satu kali, bukan berulang-ulang seperti dalam eksperimen.
Penelitian berjenis survei perlu menggunakan kuantifikasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Sebagaimana telah diuraikan dalam prinsip-prinsip pengukuran di tulisan lain (lihat di sini), ukuran dan kuantifikasi memudahkan peneliti sekaligus memisahkan satu hal dari lainnya secara cukup terinci (atau halus) dan juga mencari kaitan antar satu dengan lainnya secara cukup konsisten. Dengan kata lain, survei adalah penelitian kuantitatif.
Tags:
1 comment
Perpustakaan Digital dan Automasi Perpustakaan Dua hal yang berbeda
May 8, '08 4:56 AMfor everyone
alah satu tema populer beberapa tahun belakangan ini di dunia dokumentasi adalah tentang perpustakaan dijital (digital library). Tema ini populer seiring dengan makin maraknya penerbitan elektronik dan mudahnya orang untuk membuat dokumen elektronik. Di Indonesia, sistem perpustakaan dijital banyak diterapkan di perpustakaan perguruan tinggi. Ini dapat dimaklumi karena perguruan tinggi mempunyai banyak konten berharga seperti skripsi, tesis dan disertasi.Untuk membangun sistem perpustakaan dijital, ada banyak aplikasi yang bisa digunakan, baik yang komersial maupun yang OpenSource. Di Indonesia, yang paling populer adalah Ganesha Digital Library (GDL) dengan lisensi GNU/GPL (www.gnu.org). GDL dibuat oleh KMRG (Knowledge Management Research Group) ITB. Sosialisasi GDL dilakukan dengan membuat inisiatif yang diberi nama Indonesia Digital Library Network (IndonesiaDLN). Sayangnya gaung inisiatif ini tidak lagi sekencang dulu.Setelah sekian lama implementasi perpustakaan dijital di Indonesia, ada beberapa kesalahkaprahan terjadi yang menarik untuk didiskusikan.Pertama, ternyata masih banyak orang (termasuk para pustakawan) yang belum bisa membedakan dan masih mencampuradukkan antara konsep “Perpustakaan Dijital” dengan “Automasi Perpustakaan” (library automation). Penulis pernah dimintai tolong untuk memberikan demo aplikasi perpustakaan dijital, ternyata yang diinginkan adalah aplikasi automasi perpustakaan. Seorang teman penulis --seorang web programmer-- memberi nama aplikasi buatannya sebagai digital library, padahal yang dibuat hanyalah katalog terpasang (online catalog).Sebenarnya apa perbedaan mendasar sistem automasi perpustakaan dengan perpustakaan dijital? Sistem automasi perpustakaan adalah implementasi teknologi informasi pada pekerjaan-pekerjaan administratif di perpustakaan agar lebih efektif dan efisien. Apa saja yang termasuk pekerjaan administratif di perpustakaan. Diantaranya: pengadaan, pengolahan, sirkulasi (peminjaman, pengembalian), inventarisasi, dan penyiangan koleksi, katalog terpasang, manajemen keanggotaan, pemesanan koleksi yang sedang dipinjam, dan lain-lain. Sedangkan sistem perpustakaan dijital adalah implementasi teknologi informasi agar dokumen dijital bisa dikumpulkan, diklasifikasikan, dan bisa diakses secara elektronik. Secara sederhana dapat dianalogikan sebagai tempat menyimpan koleksi perpustakaan yang sudah dalam bentuk dijital.Kedua adalah masalah aksesibilitas. Sistem perpustakaan dijital dirancang agar koleksi perpustakaan lebih mudah diakses dan jangkauan aksesnya lebih luas. Yang terjadi di Indonesia, koleksi dijital justru lebih sulit diakses daripada koleksi tercetak (printed). Bukan karena keterbatasan infrastruktur, tetapi karena kebanyakan pengelola perpustakaan dijital masih takut atau bahkan “tak rela” orang lain bisa membaca koleksi dijitalnya.Penulis sempat mengamati kegiatan pembangunan sistem perpustakaan dijital di sebuah perpustakaan perguruan tinggi. Dukungan pengelola universitas dari sisi dana sangat baik, tapi sekarang proyek tersebut mandek karena belum ada surat keputusan dari pengelola perguruan tinggi tentang siapa saja yang berhak membaca dan mendownload koleksi tersebut. Jadi sampai sekarang praktis tidak ada satu orang pun (kecuali administrator sistem) yang bisa membaca koleksi dijitalnya. Padahal koleksi yang dimasukkan sudah cukup banyak.Penulis sempat mengusulkan agar segera dibuka akses minimal untuk lingkup perguruan tinggi itu saja, toh dari sisi keamanan sudah ada fitur user authentication built-in dan kalau mau bisa ditambahkan filtering di level alamat IP (Internet Protocol). Tetapi pihak pengelola perguruan tinggi masih khawatir dengan masalah copyright dan plagiarisme bila akses diberikan, meskipun hanya untuk lingkup universitas. Sebuah alasan yang tidak argumentatif. Plagiarisme sudah ada sejak dulu, ketika format dijital belum populer bahkan mungkin belum ada. Apapun bentuk media yang digunakan, plagiarisme akan selalu ada. Justru perpustakaan dijital bisa membantu mengurangi plagiarisme dengan cara memberikan akses informasi ke banyak orang, sehingga orang lain tahu siapa sudah mengerjakan apa. Lagipula, sebagai sebuah perguruan tinggi yang didanai oleh publik, seharusnya publik juga punya hak untuk mendapatkan akses hasil penelitian yang dilakukan perguruan tinggi tersebut.Ketiga, masalah manajemen pengembangan sistem. Implementasi sistem perpustakaan dijital merupakan hal yang kompleks dan rumit. Karena itu perlu perencanaan yang matang, mulai dari white papers, spesifikasi fungsional sistem, model bisnis, manajemen teknologi, isu legal, manajemen sumberdaya manusia, prosedur, dan lain-lain. Sayangnya banyak implementasi perpustakaan dijital di Indonesia tidak memperhatikan hal-hal ini. Sehingga sering implementasi akhirnya mandek karena adanya hal-hal yang belum bisa diselesaikan di fase awal implementasi. Seringpula implementasi perpustakaan dijital dilakukan tanpa mendapatkan dukungan penuh dari institusi induknya. Implementasi perpustakaan dijital bukan merupakan hal mudah, terlebih lagi ia melibatkan banyak pihak. Supaya berhasil, harus mendapat dukungan penuh dari pihak-pihak yang terkait, dan yang tidak kalah penting adalah model bisnisnya harus jelas serta terdokumentasi.Beberapa Isu Yang Patut DiperhatikanTerkait dengan beberapa kesalahkaprahan diatas, ada beberapa isu yang patut diperhatikan terkait dengan implementasi sistem perpustakan digital.Pertama, para pengelola sistem perpustakaan dijital hendaknya mengetahui esensi perpustakaan dijital. Yaitu agar koleksi perpustakaan lebih mudah diakses dan jangkauan aksesnya lebih luas. Karena itu adalah salah besar kalau perpustakaan dijital jadi lebih sulit diakses oleh pemakai perpustakaan, dengan alasan apapun.Kedua, isu legal. Para pengelola sistem perpustakaan dijital hendaknya memahami secara jelas masalah legal terkait dengan konten dijital yang dimasukkan kedalam sistem perpustakaan dijital. Selain kompleks, isu ini juga selalu merupakan isu utama dalam implementasi perpustakaan dijital di Indonesia. Permasalahan utama implementasi perpustakaan dijital di Indonesia bukanlah pada sisi teknologi, tapi pada sisi non-teknologi. Sulitnya, seringkali para pengelola perpustakaan terlalu banyak berdiskusi berkutat hanya pada isu legal dan melupakan isu penting lainnya. Seolah-olah legal merupakan isu yang paling utama. Ketika masalah legal tidak kunjung selesai, akhirnya dibiarkan menggantung, sehingga terkesan tidak serius. Hendaknya sistem perpustakaan dijital yang dibuat nantinya, sudah punya dasar hukum yang jelas, sehingga nanti sistem tersebut tidak mandek lagi menunggu kepastian hukum mengenai dokumen dijital yang disertakan. Akan lebih baik bila institusi lain yang berhasil menerapkan sistem perpustakaan dijital, mau berbagi pengetahuan mengenai best practice yang telah dilakukan. Masalah krusial implementasi sistem perpustakaan dijital tidak hanya pada masalah legal, tetapi juga pada masalah sosial seperti bagaimana sistem perpustakaan dijital mampu meningkatkan antusiasme pemakai perpustakaan untuk terus produktif belajar, menghasilkan pengetahuan baru, dan mau berbagi pengetahuan.Ketiga, terkait dengan isu pertama, tujuan utama perpustakaan digital bukan sebagai sarana preservasi koleksi. Koleksi dijital justru lebih rentan kehilangan data dan terjadinya inkompatibilitas. Untuk mengatasi masalah ini, isu-isu berikut ini harus diperhatikan. Keempat, isu teknologi. Terkait dengan isu ketiga, maka masalah teknologi perlu mendapat perhatian serius. Media tempat menyimpan informasi digital selalu mengalami degradasi dan bisa rusak tanpa pemberitahuan sama sekali. Perangkat keras dan lunak seringkali ketinggalan zaman tanpa kita sadari. Karena itu perlu diperhatikan manajamen daur hidup (lifecycle management) koleksi dijital yang disimpan.Kelima, isu manajemen konten dijital. Semakin besar volume dan kompleksitas dokumen dijital, maka akan mulai timbul masalah, diantaranya: pemeliharaan koleksi, temu kembali informasi (information retrieval), dan klasifikasi. Solusi yang bisa dilakukan antara lain: pembuatan prosedur standar untuk pemeliharaan koleksi, pemeliharaan sistem temu kembali informasi (perbaikan algoritma), dan pembuatan tesaurus.
Tags:
0 comments
Membangun Sistem Manajemen Pengetahuan Untuk Pemakai Perpustakaan Berbasis Intranet Menggunakan Perangkat Lunak OpenSource
May 8, '08 4:49 AMfor everyone
Pendahuluan

Istilah dan konsep Intranet sebenarnya bukan merupakan hal baru. Konsep tersebut muncul tidak lama setelah Internet populer. Secara sederhana, Intranet dapat didefinisikan sebagai implementasi teknologi Internet pada jaringan komputer lokal (Local Area Network).

Di banyak institusi, Intranet banyak diimplementasikan karena bisa digunakan pada jaringan komputer yang sudah ada (existing network). Hal ini disebabkan karena hampir semua sistem operasi modern seperti Windows, Unix, dan GNU/Linux menggunakan protokol TCP/IP untuk hubungan antar komputer. Protokol yang juga digunakan untuk Internet.

Dengan Intranet, semua media dan aplikasi yang populer di Internet, bisa juga dimanfaatkan pada jaringan lokal. Intranet juga menjadi infrastruktur bagi sarana komunikasi yang cross-platform (tidak tergantung pada sistem operasi tertentu), dan memudahkan dalam mencari informasi karena pemakai hanya dihadapkan pada satu antarmuka (interface).

Sebenarnya ada banyak media yang bisa digunakan pada Intranet. Tapi yang paling populer adalah web. Sehingga seringkali Intranet diidentikkan dengan web. Dalam tulisan ini, media yang digunakan pada Intranet adalah web. Dengan pertimbangan ketersediaan aplikasi dan kebanyakan pemakai perpustakaan sudah terbiasa dengan antarmuka web.

Dalam pengamatan penulis, sejauh ini Intranet masih sangat jarang dimanfaatkan untuk memperluas jenis layanan dan meningkatkan kualitas layanan perpustakaan berbasis Teknologi Informasi (TI). Rata-rata perpustakaan baru memberikan layanan berbasis TI sebatas sistem automasi perpustakaan (termasuk didalamnya katalog terpasang). Itupun seringkali tergantung pada aplikasi tertentu. Padahal ada banyak jenis layanan yang bisa dikembangkan untuk pemakai perpustakaan dengan teknologi Intranet.

Ada beberapa sebab kenapa Perpustakaan belum banyak mengimplementasikan Intranet. Pertama, pustakawan belum punya cukup kapabilitas untuk melakukan itu. Karena untuk mengimplementasikan Intranet perlu pengetahuan yang cukup baik pemahaman terhadap TI dan perpustakaan itu sendiri. Masalah ini bisa dipecahkan dengan melakukan kerjasama antara perpustakaan dengan bagian TI di institusi dimana perpustakaan tersebut ada.

Kedua, mungkin saja pustakawan belum punya ide detail tentang apa saja layanan perpustakaan yang bisa dikembangkan dengan adanya Intranet. Tulisan akan membahas masalah kedua. Yaitu implementasi Intranet menggunakan perangkat lunak Open Source, dan dikaitkan dengan sistem manajemen pengetahuan bagi pemakai perpustakaan.


Manajemen Pengetahuan

Membahas Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) akan terkait dengan pembahasan Manajemen Informasi (Information Management). Untuk memahami kedua istilah tersebut, harus dimulai dulu dengan memahami beda antara Informasi dan Pengetahuan.

Informasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang kita bagi melalui beragam media komunikasi yang ada (Information is something that we share). Sedangkan Pengetahuan adalah sesuatu yang masih ada dalam pikiran kita (Knowledge is something that is still in our mind). Kemudian dapat disimpulkan, Informasi adalah Pengetahuan yang dibagi atau dikomunikasikan melalui beragam media yang ada (Information is shared knowledge).

(LIHAT GAMBAR NO. 01. Information is shared knowledge. http://hendrowicaksono.multiply.com/photos/photo/10/1.gif)

Setelah memahami beda Informasi dan Pengetahuan, selanjutnya mendefinisikan Manajemen Informasi dan Manajemen Pengetahuan.

Manajemen Informasi adalah teknik pengaturan atau organisasi agar Informasi (shared knowledge) mudah dicari dan digunakan kembali oleh pemakai. Yang termasuk dalam proses Manajemen Informasi antara lain: pengadaan informasi, pengolahan informasi, kemas-ulang informasi, dan temubalik informasi.

Sedangkan Manajemen Pengetahuan adalah teknik membangun lingkungan pembelajaran (learning environment), dimana orang-orang didalamnya terus termotivasi untuk belajar, memanfaatkan informasi yang ada, serta pada akhirnya mau berbagi Pengetahuan baru yang dihasilkannya.

Dalam konteks artikel ini, yang dimaksud dengan “Sistem Manajemen Pengetahuan Bagi Pemakai Perpustakaan” adalah sistem (lingkungan pembelajaran) dimana pemakai perpustakaan tidak hanya bisa menelusur katalog terpasang, tetapi juga secara interaktif dan aktif mencari informasi, terus termotivasi untuk belajar (membaca, berdiskusi, memberikan komentar), dan dimotivasi untuk mau berbagi pengetahuan. Sistem Manajemen Pengetahuan yang bekerja dengan baik, akan membentuk komunitas para pembelajar yang dalam skala sosial besar, akan menjadi manusia-manusia produktif yang mampu melakukan perbaikan pada faktor-faktor sosial dan budaya masyarakat.

Yang harus diperhatikan adalah, orang akan termotivasi untuk belajar jika ia tertarik dengan apa yang akan ia pelajari (learning is remembering what you’re interested in). Karena itu, pustakawan perlu tahu dahulu bidang apa saja yang menjadi interes pemakai. Tiap orang mempunyai pola dan proses pembelajaran serta interes yang berbeda-beda. Untuk itu perlu ada penelitian yang mendalam tentang kebutuhan pemakai. Model penelitian kualitatif cocok untuk menggambarkan secara detail pola komunikasi dan pembelajaran pemakai perpustakaan.


Perangkat Lunak OpenSource

Tahun 1984, Richard M. Stallman, seorang hacker di Lab Artificial Intelligence MIT, keluar dari MIT dan mendirikan suatu yayasan yang dinamakan free software foundation (FSF). Yayasan ini dibuat untuk mempromosikan kebebasan tiap individu untuk:

· menjalankan program komputer untuk tujuan apapun.
· memodifikasi program agar sesuai dengan kebutuhan (mensyaratkan akses ke source code program).
· Mendistribusikan hasil modifikasi program, sehingga orang lain bisa memperoleh manfaat dari perbaikan yang dilakukan.

Gerakan ini populer dengan nama free software movement. Lisensi yang digunakan oleh gerakan free software adalah GNU/GPL (Gnu is Not Unix/General Public License). Sebagian orang juga menjuluki lisensi ini sebagai Copyleft (lawan dari Copyright). Inti dari lisensi ini adalah: “pada setiap program dengan lisensi GNU/GPL, setiap individu punya kebebasan memperoleh source code program untuk digunakan dan dimodifikasi. Tetapi hasil modifikasi juga harus dirilis dengan lisensi yang sama (GNU/GPL)”. Gerakan free software semakin populer ketika Linux muncul dan menjadikan gerakan ini mempunyai alternatif sistem operasi lengkap yang benar-benar mengikuti kaidah GNU/GPL dan dapat diandalkan skalabilitasnya.

Awal 1997, sekelompok hacker seperti Eric S. Raymond, Tim Oreilly, dan Bruce Perens, berkumpul dan membicarakan bagaimana caranya agar gerakan free software bisa lebih diterima di lingkungan bisnis. Mereka merasa istilah “free” pada free software sering disalahartikan sebagai GRATIS, bukan sebagai kebebasan (freedom). Kemudian muncul ide untuk menggunakan istilah Open Source software yang dirasa lebih business-friendly.

Dengan Open Source, beragam jenis lisensi bisa terakomodasi diantaranya: GNU/GPL, LGPL (Lesser GPL), BSD (Berkeley Software Distribution), NPL (Netscape Public License), MPL (Mozilla Public License) dan Public Domain. Seiring makin populernya gerakan Open Source, semakin banyak pula perangkat lunak yang dibuat dan dirilis sebagai Open Source Software dan banyak dimanfaatkan oleh kalangan bisnis. Beberapa yang populer diantaranya:

· Apache (web server)
· MySQL, PostgreSQL, Firebird, SAP DB (database server)
· Perl, PHP, Python, Tcl, Tk, Ruby (bahasa skripting)
· GNU/Linux, FreeBSD, NetBSD, OpenBSD (sistem operasi)
· Sendmail, Qmail, Postfix (mail server)
· Djbdns, BIND (DNS server)
· dan lain-lain

Saat ini dapat dikatakan, hampir seluruh infrastruktur internet dan sebagian besar aplikasi yang berjalan diatasnya, menggunakan aplikasi-aplikasi Open Source.


Aplikasi Open Source Untuk Manajemen Pengetahuan

Sebelum melihat aplikasi Open Source apa saja yang bisa dimanfaatkan untuk membangun sistem Manajemen Pengetahuan bagi pemakai perpustakaan, yang harus dilakukan dahulu adalah memetakan dahulu proses penciptaan pengetahuan. Gambar dibawah secara sederhana dapat menggambarkan proses penciptaan pengetahuan di perpustakaan.

(LIHAT GAMBAR NO. 02. Alur Proses Penciptaan Pengetahuan di Perpustakaan. http://hendrowicaksono.multiply.com/photos/photo/10/3.gif).


Information Acquisition (Proses Pengadaan Informasi)
Proses pengadaan informasi adalah proses mengumpulkan beragam informasi dari berbagai sumber yang dianggap relevan dengan interes komunitas pemakai sistem Manajemen Pengetahuan. Karena itu, proses ini harus dilakukan berdasarkan survei kebutuhan dan interes anggota komunitas yang yang telah dilakukan terlebih dahulu. Sumber informasi tidak hanya berasal dari Internet, tetapi juga dari sumber informasi yang didistribusikan dalam bentuk offline, seperti CDROM atau DVDROM.

Untuk memudahkan pustakawan mencari beragam informasi di Internet yang secara aktif selalu diupdate, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, sebaiknya pustakawan bergabung didalam forum diskusi komunitas. Model komunikasi yang banyak dipakai adalah mailing list dan newsgroup. Atau bila memungkinkan, pustakawan juga mengikuti forum diskusi yang “underground”. Pada beragam forum diskusi ini, biasanya (dan seringkali) terdapat berbagai informasi penting yang sulit didapat bila dicari melalui mesin pencari (search engine). Terkadang informasi yang ada sifatnya temporer, sehingga harus cepat diambil sebelum dihapus dari server penyimpanannya.

Kedua, pustakawan bisa memanfaatkan beragam teknologi Open Source yang tersedia. Misalnya:

· Web Service (WS). WS adalah sistem perangkat lunak yang didesain untuk mendukung interoperabilitas antar mesin melalui jaringan komputer. WS banyak dimanfaatkan untuk beberapa hal:
Distribusi konten (content distribution). Yaitu menawarkan informasi yang dapat di ambil (grab) oleh situs lain.
Pengumpulan konten (content gathering). Yaitu mengumpulkan informasi dari berbagai sumber informasi (situs).
Pialang Konten (content brokering). Yaitu mendistribusikan kembali kumpulan konten yang telah di kemas-ulang (repackaging).
Jaringan Konten (content networking). Yaitu membangun jaringan informasi untuk distribusi pengetahuan antar anggota komunitas.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai standar dan implementasi WS, bisa melihat situs World Wide Web Consortium (www.w3c.org).

· Membangun aplikasi yang memudahkan pustakawan dalam melihat update situs, men-download situs, dan membuat agen cerdas yang secara berkala melakukan pencarian. Bahasa pemrogaman yang banyak digunakan adalah Perl (www.perl.com) dan modul LWP (Library for World Wide Web in Perl, www.cpan.org). Memang agak sulit membangun aplikasi dengan Perl karena kurva pembelajaran (learning curve) yang cukup vertikal, tetapi ia menawarkan fleksibilitas yang sangat baik untuk disesuaikan dengan kebutuhan pencarian informasi hingga sangat detail.
Tersedia juga aplikasi yang punya kemampuan dan fitur mirip Perl dan LWP, tetapi mudah digunakan yaitu httrack (www.httrack.com). Versi Windowsnya juga tersedia (Winhttrack). Httrack tidak hanya mempunyai antarmuka grafis, tetapi juga antarmuka berbasis baris perintah (command line).

Pada proses pengadaan informasi, ada dua jenis informasi yang dikumpulkan. Pertama Unstructured Information (informasi yang tidak terstruktur) dan Structured Information (informasi yang tidak terstruktur). Unstructured Information adalah informasi yang tidak mendalam tentang suatu topik. Contohnya adalah artikel surat kabar. Sedangkan Unstructured Information adalah (sekumpulan) informasi yang mendalam dan detail tentang suatu topik. Unstructured Information disimpan dan menjadi bagian penting dalam Unstructured Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan yang Tidak Terstruktur), sedangkan Structured Information disimpan dalam sistem repository (digital library).

Unstructured Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan Yang Tidak Terstruktur)
Unstructured Knowledge Creation adalah proses pembelajaran komunitas yang cenderung tidak terstruktur. Tidak terstruktur dalam hal pengetahuan yang dihasilkan belum mendalam dan belum fokus pada suatu topik interes tertentu. Tujuan proses ini adalah:

· Agar anggota komunitas mau, berani dan termotivasi berbagi pengetahuan (knowledge sharing).
· Agar anggota komunitas terbiasa dengan sistem manajemen pengetahuan yang akan digunakan.

Contoh proses Unstructured Knowledge Creation: pustakawan mem-posting beberapa artikel surat kabar dari berbagai sumber. Kemudian anggota komunitas bisa memberikan timbal balik atau komentar terhadap artikel-artikel yang menjadi interesnya. Anggota komunitas yang lain juga bisa memberikan komentar terhadap komentar yang ada.

Ada banyak aplikasi Open Source yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan Unstructured Knowledge Creation, diantaranya: Postnuke (www.postnuke.com), PHPNuke (www.phpnuke.org), dan Drupal (www.drupal.org). Semuanya merupakan aplikasi Content Management System yang dikembangkan dengan bahasa pemrogaman PHP dan database MySQL. Biasanya digunakan untuk keperluan berbagi informasi suatu komunitas.

Pada proses ini, pustakawan bisa juga sesekali ikut memberikan komentar agar anggota komunitas yang lain ikut termotivasi menanggapi artikel atau komentar yang ada. Selain itu, tugas paling penting untuk pustakawan dalam proses ini adalah, mengamati topik apa saja yang menjadi interes banyak anggota komunitas yang lain. Topik-topik yang menjadi interes, menjadi masukan (feedback) bagi pustakawan untuk mencari structured information terkait dengan topik tersebut (lihat panah 2 arah antara proses Information Acquisition dengan Unstructured Knowledge Creation).

Pustakawan juga harus mendorong anggota komunitas agar melakukan pembelajaran yang lebih spesifik sesuai dengan topik yang menjadi interesnya pada Discussion Forum (forum diskusi) atau langsung ke proses Structured Knowledge Creation.

Discussion Forum (Forum Diskusi, Semi-structured Knowledge Creation)
Setelah pustakawan mendapatkan topik interes anggota komunitas, maka tahap berikutnya adalah mengajak anggota komunitas untuk mendiskusikannya secara lebih spesifik dan terstruktur pada Discussion Forum. Jika memungkinkan, pustakawan juga bisa mendorong anggota komunitas langsung ke proses Structured Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan Yang Terstruktur). Tapi ini relatif sulit dilakukan karena untuk menghasilkan pengetahuan yang terstruktur relatif butuh waktu dan proses yang tidak sebentar. Yang paling mudah adalah membuat pengetahuan yang tidak terstruktur menjadi lebih terstruktur dalam Discussion Forum. Bisa dibilang Discussion Forum adalah Semi-structured Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan Yang Semi Terstruktur).

Dalam proses ini, pustakawan ikut bergabung didalam Discussion Forum. Pustakawan boleh ikut berbagi pengetahuan. Yang paling penting adalah, pustakawan juga harus memahami topik yang sedang didiskusikan. Ini akan memudahkan dalam proses berikutnya (Structured Knowledge Creation). Anggota komunitas juga harus diberikan akses ke sumber referensi pengetahuan yang telah dikumpulkan pustakawan dan disimpan pada sistem repository. Pengetahuan yang dihasilkan pada Discussion Forum, jika dianggap baik, juga bisa disimpan langsung pada sistem repository (lihat panah 2 arah antara proses Digital Library dengan Discussion Forum).

Ada beberapa aplikasi Open Source untuk membuat Discussion Forum, tetapi yang paling populer adalah PHPBB (www.phpbb.com). PHPBB dikembangkan menggunakan bahasa pemrogaman PHP dan database MySQL. PHPBB mudah digunakan dan mempunyai banyak komunitas pemakai.

Structured Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan Yang Terstruktur)
Pada saat proses di Discussion Forum, bila dirasa pengetahuan yang tercipta telah cukup detail dan terstruktur, maka pustakawan harus mengarahkan kegiatan pembelajaran pada proses berikutnya, yaitu Structured Knowledge Creation. Dalam proses penciptaan pengetahuan, proses ini merupakan proses yang sangat penting. Bisa dianggap puncaknya proses penciptaan pengetahuan. Proses ini merupakan kelanjutan dari proses Discussion Forum (semi-structured knowledge creation). Juga bisa merupakan kelanjutan dari proses Unstructured Knowledge Creation, meskipun hal ini jarang terjadi.

Pada proses ini, biasanya kontribusi dari anggota komunitas relatif berkurang. Ini dikarenakan tingkat kesulitannya yang cukup tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, pustakawan bisa membantu dengan membuat kerangka struktur pengetahuan dan melakukan kemas-ulang pengetahuan yang didapat dari Discussion Forum dan sumber referensi. Tapi anggota komunitas diharapkan sebagai kontributor pengetahuan pada proses ini.

Bisa saja ketika suatu topik interes sudah mencapai proses Structured Knowledge Creation, tapi topik tersebut tetap terus didiskusikan ditahap Discussion Forum. Jadi bisa juga Discussion Forum tempat membahas topik interes dan menghasilkan pengetahuan baru, sedangkan Structured Knowledge Creation tempat menyimpan pengetahuan yang sudah disepakati bersama (lihat panah 2 arah antara proses Discussion Forum dengan Structured Knowledge Creation).

Pengetahuan yang tercipta pada proses ini, selanjutnya disimpan pada sistem repository sehingga bisa menjadi referensi kembali pada proses Structured Knowledge Creation (lihat panah 2 arah antara proses Structured Knowledge Creation dengan Digital Library) maupun Discussion Forum (lihat panah 2 arah antara proses Discussion Forum dengan Digital Library).

Aplikasi Open Source yang bisa dimanfaatkan untuk proses ini adalah Wiki. Wiki adalah konsep aplikasi untuk kolaborasi di Internet. Wiki biasanya digunakan untuk membuat pengetahuan terstruktur bersama-sama lewat internet. Selama ini Wiki banyak digunakan untuk membuat buku, dokumentasi dan ensiklopedia secara kolaborasi. Salah satu aplikasi Wiki yang banyak dipakai adalah MediaWiki (www.mediawiki.org).

Sistem Repository (Digital Library)
Digital Library berfungsi sebagai:

· Tempat menyimpan Structured Information yang dikumpulkan dari berbagai sumber informasi.
· Sumber referensi bagi proses pembelajaran di Discussion Forum dan Structured Knowledge Creation.
· Tempat menyimpan pengetahuan yang dihasilkan pada proses pembelajaran di Discussion Forum dan Structured Knowledge Creation.

Semua fungsi diatas dilakukan oleh pustakawan. Oleh karena itu, pustakawan sebaiknya punya kemampuan yang cukup dalam hal pencarian, pengolahan dan kemas-ulang informasi, serta kemampuan belajar secara cepat dan kemampuan berkomunikasi.

Aplikasi Open Source untuk Digital Library yang banyak dipakai adalah Greenstone (www.greenstone.org). Greenstone mudah digunakan dan tersedia untuk platform Unix dan Windows. Dukungan resmi dari UNESCO sebagai software digital library, membuat Greenstone banyak digunakan di negara berkembang. Apalagi Greenstone mempunyai fitur untuk distribusi digital library melalui CDROM.


Sosialisasi dan Promosi

Aplikasi sistem manajamen pengetahuan yang kompleks tidak akan berguna kalau tidak digunakan oleh komunitasnya. Karena itu perlu strategi yang tepat untuk memotivasi anggota komunitas agar menggunakan sistem.

Pertama, sosialisasi. Sosialisasi bisa dilakukan dengan melakukan edukasi kepada komunitas pemakai tentang layanan baru (intranet sistem manajemen pengetahuan) di perpustakaan. Edukasi juga harus disertai dengan pelatihan cara menggunakan sistem intranet.

Kedua, promosi. Promosi sebaiknya berisi manfaat intranet bagi komunitas pemakai perpustakaan. Zaman sekarang, biasanya produk berbasiskan teknologi akan berhasil bisa dikaitkan dengan gaya hidup modern yang produktif. Karena itu perlu dirumuskan secara tepat bagaimana mempromosikan intranet ini sebagian dari gaya hidup modern di perpustakaan.

Ketiga, reward (hadiah). Hadiah merupakan salah satu motivasi orang untuk berbuat sesuatu. Pengelola Perpustakaan sebaiknya perlu mengalokasikan dana untuk menyediakan hadiah bagi pemakai yang paling aktif dan banyak memberikan kontribusi penciptaan pengetahuan di intranet.

Keempat, Evaluasi. Suatu pengembangan sistem dianggap baik, bila secara transparan melibatkan pemakai dalam pengembangannya. Karena itu perlu secara berkala komunitas pemakai diajak berdiskusi mengenai usability sistem manajamen pengetahuan yang digunakan. Dari sini, akan didapat masukan-masukan bagi pengembangan sistem lebih lanjut.


Daftar Bibliografi

Abell, Angela; Oxbrow, Nigel. Competing With Knowledge: the information professional in the knowledge management age, London: Library Association Publishing, 2001.

Borgman, Christine L. “Now That We Have Digital Collections, Why Do We Need Libraries?”, Proceeding of 60th ASIS Annual Meeting, New Jersey: ASIS, 1997

Brown, John Seely; Duguid, Paul. The Social Life of Information, Boston: Harvard Business School, 2000

Burke, Sean M. Perl and LWP. Sebastopol: O’Reilly, 2002

DiBona, Chris; Ockman, Sam; Stone, Mark (editors). Open Sources; voices from the open source revolution. URL: www.oreilly.com/catalog/opensources/book.

Gregson, Kimberly. “Community Networks and Political Participation: developing goals or system developers”, Proceeding of 60th ASIS Annual Meeting, New Jersey: ASIS, 1997

Rosenbaum, Howard. “Intranet and Digital Organizational Information Resources: towards a portable methodology for design and development”, Proceeding of 60th ASIS Annual Meeting, New Jersey: ASIS, 1997

Rowley, Jennifer. Organizing Knowledge: an introduction to information retrieval, 2nd ed., London: Gower, 1992.

Siswoutomo, Wiwit. Membangun Web Service Open Source Menggunakan PHP, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004

Skyrme, David J. Knowledge Networking: creating the collaborative enterprise, Oxford: Butterworth, 1999

Stallman, Richard. GNU’s Not Unix Philosophy. www.gnu.org, www.fsf.org

Stallman, Richard. Free As In Freedom: Richard Stallman’s crusade for free software. URL: www.oreilly.com/openbook/freedom.

Wicaksono, Hendro. “Kompetensi Perpustakaan dan Pustakawan Dalam Implementasi Teknologi Informasi di Perpustakaan”, Visipustaka, vol.6, no.2, Desember 2004

Wurman, Richard Saul. Information Anxiety 2, Indiana: Que, 2001.



Prev: Meng-online-kan ISIS di Web dengan IsearchNext: Arsitektur Informasi: membantu pencarian informasi di web
Tags:
0 comments
Instalasi dcfldd di GNU/Linux
May 8, '08 4:46 AMfor everyone
dcfldd adalah versi advanced dari tool GNU dd (paket GNU Coreutis). dcfldd ditambahkan fitur untuk kebutuhan forensik dan keamanan komputer. Lebih detailnya:
melakukan hashing on-the-fly. dcfldd bisa melakukan hashing ketika data sedang ditransfer, membantu proses integrasi data.
luaran status (status output). dcfldd bisa menginformasikan user progres jumlah data yang ditransfer dan berapa lama proses memakan waktu.
wiping/sanitasi disk yang fleksibel. dcfldd bisa digunakan untuk wiping disk lebih cepat dan dengan pola tertentu jika diinginkan.
verifikasi image/wiping. dcfldd bisa memverifikasi bahwa disk tujuan (target disk) sama bit-per-bit sama dengan file input atau pola tertentu.
multiple outputs. dcfldd bisa menghasilkan luaran (output) ke banyak (multiple) file atau disk pada saat yang bersamaan.
memecah (split) luaran (output). dcfldd bisa memecah luaran ke banyak file dengan konfigurasi yang lebih fleksibel dibanding perintah split (split command).
luaran dan log yang di pipe (piped output and logs). dcfldd bisa mengirim semua log data dan outputnya dan menjadi input buat perintah lain seperti layaknya file natif.
Sampai saat tulisan ini dibuat, versi terakhir dcfldd adalah 1.3.4-1. Untuk instalasinya, buat pengguna Ubuntu Linux, dcfldd tersedia di repositori dan dapat diinstall dengan mengetikkan:
shell> sudo apt-get install dclfdd
Cara lain adalah dengan menginstall dari source code. Download source code dcfldd dari http://dcfldd.sourceforge.net (dcfldd-1.3.4-1.tar.gz). Kemudian ekstrak, konfigurasi, kompilasi dan install. (catatan: diujicoba pada Ubuntu Linux 7.10)
shell> gunzip -d -c dcfldd-1.3.4-1.tar.gz tar xvf -shell> cd dcfldd-1.3.4-1/shell> ./configure --prefix=/usr/local/dcfldd-1.3.4-1shell> makeshell> sudo make install
Berikutnya buat beberapa symlink yang memudahkan nanti dalam proses penggunaan dan upgrade.
shell> sudo ln -s /usr/local/dcfldd-1.3.4-1 /usr/local/dcflddshell> sudo ln -s /usr/local/dcfldd/bin/dcfldd /usr/local/bin/dcfldd shell> sudo ln -s /usr/local/dcfldd/man/man1/dcfldd.1 /usr/share/man/man1/dcfldd.1
dcfldd telah siap digunakan. Untuk melihat panduan singkat penggunaan dcfldd:
shell> dcfldd –-help less
Gunakan panah ke atas dan ke bawah ini scrolling ke atas dan ke bawah. Tekan "q" untuk keluar dari panduan singkat. Untuk melihat panduan lebih detail:
shell> man dcfldd
Jika ternyata ada versi yang lebih baru, misalnya versi 1.3.5, maka proses upgrade-nya:
shell> gunzip -d -c dcfldd-1.3.5.tar.gz tar xvf -shell> cd dcfldd-1.3.5/shell> ./configure --prefix=/usr/local/dcfldd-1.3.5shell> makeshell> sudo make installshell> sudo rm -Rf /usr/local/dcflddshell> sudo ln -s /usr/local/dcfldd-1.3.5 /usr/local/dcfldd
Otomatis link ke program dan manual dcfldd ter-update otomatis. Selamat mencoba!Sumber : http://hendrowicaksono.multiply.com/journal/item/28
Tags:
0 comments
Meng-online-kan ISIS di Web dengan Isearch
May 8, '08 4:43 AMfor everyone
Dalam artikel ini saya mencoba memaparkan bagaimana membuat ISIS bisa online di web dengan solusi murah meriah, bahkan menurut saya lebih mudah dari pada pakai freeWAIS yang rada njlimet dalam instalasinya.
Asumsi: anda sudah mengerti bagaimana menggunakan software CDS/ISIS.
Software yang digunakan:Operating System: Unix FreeBSD 4.3 (www.freebsd.org) untuk server dan Windows (www.microsoft.com) untuk workstation yang menggunakan CDS/ISIS.Webserver: Apache versi 1.3.20 (www.apache.org) Isearch versi 1.49d (www.etymon.com/Isearch)

INSTALASI
Download source code apache. Kemudian ekstrak:

# gunzip -d -c apache_1.3.20.tar.gz tar xvf -

Kemudian masuk ke direktori source apache, konfigurasikan, compile dan install (pastikan anda login sebagai root atau super user untuk melakukan "make install":

# cd apache_1.3.20# ./configure --prefix=/usr/local/apache# make# make install

Kemudian buat user isis:

# /stand/sysinstall

Pilih “Configure User Management User”, dan masukkan data user isis.

Gambar 01, Gambar 02, Gambar 03, Gambar 04.

Kemudian, Edit file /usr/local/apache/conf/httpd.conf:

# vi /usr/local/apache/conf/httpd.conf

Ubah:
Port 8080 menjadi Port 80User nobody menjadi User isisDocumentRoot "/usr/local/apache/htdocs"
menjadi
"DocumentRoot "/home/isis/htdocs"
dan

menjadi

Jangan lupa untuk membuat direktori "/home/isis/htdocs",

# mkdir /home/isis/htdocs

Jalankan daemon apache:

# /usr/local/apache/bin/apachectl start

Sekarang download source code Isearch, kemudian ekstrak:

# gunzip -d -c Isearch-1.47d.tar.gz tar xvf -

Kemudian pindahkan direktori yang baru terbentuk (Isearch-1.47d) ke /usr/local/ dan ubah namanya menjadi isearch:

# mv Isearch-1.47d /usr/local/isearch

Masuk ke direktori /usr/local/isearch, kemudian compile dan install:

# cd /usr/local/isearch# make# make install

Ok, sekarang kita beralih ke cds/isis, saya mencoba membuat database sederhana:

Ini FDTnya:

Gambar 05, Gambar 06, Gambar 07, Gambar 08.

Kemudian file data.xml bisa dicari di c:\isis. Isi file data.xml kira-kira seperti ini:

HendroWicaksonoHarapan Baru Taman Bunga B4/14 Cimanggis-Bogor#####HendroLagisfhjhfhf Kebayoran#####

Sekarang upload file data.xml ke server FreeBSD. Login via ftp (username isis), masuk ke direktori htdocs, buat direktori dataisis, masuk ke dataisis, dan upload file data.xml.

Gambar 09.

Buat direktori /usr/local/indexes untuk menyimpan file indeks.

# mkdir /usr/local/indexes

Sekarang melakukan pengindeksan

# /usr/local/bin/Iindex -d /usr/local/indexes/data -s "#####" -t sgmltag -r /home/isis/htdocs/dataisis/

Gambar 10.

Masuk ke direktori /usr/local/isearch/Isearch-cgi :

# cd /usr/local/isearch/Isearch-cgi

Konfigurasikan shell script untuk cgi:

# ./Configure /usr/local/indexes/

Kopikan skrip ifetch dan isearch ke /usr/local/apache/cgi-bin

# cp ifetch isearch /usr/local/apache/cgi-bin/

Ubah file permissionnya:

# chmod 755 /usr/local/apache/cgi-bin/ifetch# chmod 755 /usr/local/apache/cgi-bin/isearch

Sekarang membuat form penelusuran yang sederhana, mendukung boolean, dan advanced:

# ./search_form /usr/local/indexes data > simple.html# ./search_form -boolean /usr/local/indexes data > boolean.html# ./search_form -advanced /usr/local/indexes data > advanced.html

Kemudian kopi simple.html, boolean.html, advanced.html ke /home/isis/htdocs

# cp simple.html boolean.html advanced.html /home/isis/htdocs/

Sekarang kita lihat tampilannya:

Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15, Gambar 16.

PenutupKira-kira sekarang sudah agak kebayang gimana caranya memaksimalkan Isearch. Silahkan rekan-rekan ngoprek lebih lanjut.Terima kasih.Sumber :http://hendrowicaksono.multiply.com/journal/item/12
Tags:
0 comments
Open Access
May 8, '08 4:29 AMfor everyone
Open Access adalah....
Secara singkat, Open Access atau Akses Bebas adalah sebuah fenomena masa kini yang berkaitan dengan dua hal: keberadaan teknologi digital dan akses ke artikel jurnal ilmiah dalam bentuk digital. Internet dan pembuatan artikel jurnal secara digital telah memungkinkan perluasan dan kemudahan akses, dan kenyataan inilah yang ikut melahirkan Open Access (disingkat OA), atau lebih tepatnya Gerakan OA (Open Access Movement).Secara lebih spesifik, OA merujuk ke aneka literatur digital yang tersedia secara terpasang (online), gratis (free of charge), dan terbebas dari semua ikatan atau hambatan hak cipta atau lisensi. Artinya, ada sebuah penyedia yang meletakkan berbagai berkas, dan setiap berkas itu disediakan untuk siapa saja yang dapat mengakses. Berdasarkan pengertian itu, maka OA otomatis juga membebaskan hambatan akses yang biasanya muncul karena biaya (entah itu biaya berlangganan, biaya lisensi, atau membayar-setiap-melihat alias pay-per-view fees). Selain itu, OA juga menghilangkan hambatan yang timbul karena perijinan sebagaimana yang ada dalam setiap karya yang dilindungi hak cipta.Dalam praktiknya, terdapat pula keragaman dalam hal-hal yang dibebaskan. Misalnya, ada penyedia OA yang tidak peduli apakah berkas yang diambil dari tempat mereka akan dipakai untuk tujuan komersial atau tidak. Ada juga penyedia yang melarang penggunaan untuk kepentingan komersial. Sebagian penyedia menyediakan karya-karya salinan, sebagian lagi hanya menyediakan karya orisinal. Namun, apa pun perbedaannya, semua penyedia OA sepakat bahwa berkas digital yang mereka miliki harus terbebas dari hambatan harga dan perijinan.Ide tentang OA tidak dapat dilepaskan dari tiga "gerakan" atau kesepakatan yang melibatkan ratusan institusi informasi, yaitu:Budapest Open Access Initiative (Februari 2002) - lihat http://www.soros.org/openaccess/ (perhatikan bahwa ini adalah organisasi yang didanai Soros. Do you know him?)Bethesda Principles (Juni 2003) - lihat http://www.earlham.edu/~peters/fos/bethesda.htmBerlin Decleration (Oktober 2003)http://oa.mpg.de/openaccess-berlin/berlindeclaration.htmlBudapest Open Access Initiative mendefinisikan OA dalam kalimat ini:"By 'open access' …, we mean its free availability on the public internet, permitting any users to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of these articles, crawl them for indexing, pass them as data to software, or use them for any other lawful purpose, without financial, legal, or technical barriers other than those inseparable from gaining access to the internetitself. The only constraint on reproduction and distribution, and the only role for copyright in this domain, should be to give authors control over the integrity of their work and the right to be properly acknowledged and cited."Saya terjemahkan secara bebas:Dengan `open access'.. yang kami maksudkan adalah ketersediaan artikel-artikel secara cuma-cuma di Internet, agar memungkinkan semua orang membaca, mengambil, menyalin, menyearkan, mencetak, menelusur, atau membuat kaitan dengan artikel-artikel tersebut secara sepenuhnya, menjelajahinya untuk membuat indeks, menyalurkannya sebagai data masukan ke perangkat lunak, atau menggunakannya untukberbagai keperluan yang tidak melanggar hukum, tanpa harus menghadapi hambatan finansial, legal, atau teknis selain hambatan-hambatan yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan mengakses Internet itu sendiri. Satu-satunya pembatasan dalam hal reproduksi dan distribusi, dan satu-satunya peranan hak cipta dalam bidang ini, seharusnya hanya dalam bentuk pemberian hak kepada penulis untuk menentukan integritas artikel yang ditulisnya dan pemberian penghargaan kepadanya dalambentuk pengutipan.Inisiatif yang ditandangani di Budapest itu juga menyatakan bahwa si pengarang (atau pengarang-pengarang) dan pemegang hak cipta dari sebuah artikel secara sadar menghibahkan hak permanen bagi pengguna untuk mengakses artikelnya. Selain itu juga memberikan lisensi kepada pengguna untuk menyalin, menggunakan, menyebarkan, mengirim, dan menyajikan karyanya kepada umum. Sementara pernyataan-pernyataan diBethesda dan Berlin secara hampir serupa menandaskan bahwa pemegang hak cipta sebuah karya yang akan diberi status OA membuat pernyataan mengijinkan semua orang "menyalin, menggunakan, menyebarkan, mengirim dan menampilkan sebuah karya kepada umum, termasuk membuat karya turunannya, dalam segala medium digital". Bersamaan itu, juga ditegaskan bahwa harus ada penghargaan yang memadai bagi pengarang (proper attribution of authorship).Dengan definisi seperti di atas, maka pada dasarnya, OA juga tidak dapat dikatakan bertentangan dengan prinsip hak cipta. Landasan hukum yang digunakan untuk OA biasanya adalah ijin resmi yang diberikan (consent) oleh pemegang hak cipta, atau pernyataan bahwa literatur yang bersangkutan adalah milik umum (public domain). Karena sudah mendapat ijin dari si empunya hak cipta, maka sebuah karya yang berstatus OA sebenarnya tidak melakukan penghapusan, perubahan, atau pelanggaran undang-undang tentang hak cipta. Dalam hal ini, maka OA juga bekerja dengan prinsip kesukarelaan dari pihak pencipta dan pemegang hak cipta.Hal lain yang juga segera terlihat dalam prinsip OA ini adalah kerelaan pencipta atau pemilik hak cipta untuk tidak memperoleh imbalan uang (misalnya dalam bentuk royalti) bagi karyanya. Dalam konteks penggunaan teknologi digital dan jaringan Internet, maka prinsip untuk tidak mengharapkan royalti ini akan mengurangi biayayang harus dikeluarkan oleh penyedia jasa OA atau penerbit. Secara alamiah, prinsip tanpa royalti ini segera cocok untuk bidang penerbitan karya ilmiah, sebab sebenarnya banyak karya ilmiah yang dimuat di jurnal tanpa imbalan royalti. Para akademisi dan ilmuwan pada umumnya memang tidak menulis artikel ilmiah untuk mencari uang, melainkan untuk mencari pengakuan dan untuk memperluas jaringan pengetahuan mereka. Dengan demikian, sebenarnya gerakan OA tidak terlalu berbeda dari kondisi komunikasi ilmiah yang selama ini sudah ada. Berbeda dengan para pencipta musik atau pembuat film cerita, yang mungkin akan sangat berkeberatan jika karya mereka dimasukkan ke dalam kategori OA.Prinsip OA juga segera "mengena" untuk kegiatan-kegiatan riset yang dibiayai oleh negara atau masyarakat lewat pajak. Dalam konteks ini, lebih dari negara-negara anggota the Economic Co-operation and Development (OECD) sudah menandatangani Declaration on Access to Research Data From Public Funding. Walaupun begitu, masih ada pembatasan untuk hal-hal tertentu, misalnya riset yang berhubungan dengan program militer milik negara, riset yang menghasilkan temuan-temuan yang kemudian dipatenkan, dan riset yang diterbitkan dalam sebuah perjanjian yang mengandung royalti dengan pihak lain (pihak komersial).Oleh : Putu Pendit, Ph.DSumber: http://groups.yahoo.com/group/the_ics/message/18299
Tags:
0 comments
Manual Ganesa Digital Library 4.2
May 8, '08 4:24 AMfor everyone
Manual Ganesha Digital Library 4.221. PENDAHULUANGanesha Digital LibraryGDL merupakan suatu sofware perpustakaan digital yang dikembangkanoleh Knowledge Management Research Group (KMRG) Institut TeknologiBandung dengan tujuan untuk memanfaatkan modal intelektual (intelectualcapital) dari civitas akademika ITB yang meliputi artikel, jurnal, tugas akhir,thesis, disertasi, hasil penelitian, expertise directory dan lain-lain.IDLN - Indonesia Digital Library NetworkIDLN merupakan suatu jaringan perpustakaan digital di Indonesia yangmemiliki misi untuk mengelola ilmu pengetahuan bangsa Indonesia dengancara yang mudah, murah dan bisa diikuti oleh siapapun, juga untukmembudayakan tradisi knowledge sharing menuju terciptanya masyarakatmadani berbasis ilmu pengetahuan. Tujuannya adalah untuk dapatmeningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi di Indonesia danmeningkatkan pemanfaatan hasil-hasil penelitian di lingkungan perguruantinggi maupun lembaga-lembaga penelitian. Tujuan ini diharapkan dapattercapai dengan membangun upaya bersama untuk saling berbagiintellectual capital antar institusi melalui program ini. IDLN sendiri sudahhadir di internet dengan alamat URL http://www.indonesiadln.org. Situs inidiharapkan akan berkembang menjadi jaringan nasional perpustakaandigital yang menyajikan tugas akhir, thesis, disertasi, hasil penelitian danexpertise directory.Manual Ganesha Digital Library 4.232. MANAJEMEN USER2.1 Klasifikasi UserUser GDL ini dibagi atas 5 (lima) tipe dengan fungus dan hak aksesyang berbeda-beda, diantaranya adalah :a. GuestMerupakan user yang tidak login ke aplikasi GDL. User ini dapatmeng-explore digital library tetapi hanya sebatas metadata. Guestjuga dapat meng-upload file yang akan disimpan dalam sub-folder/Top/Temporaryb. PublicMerupakan user yang telah melakukan registrasi dan telahdiaktifkan. Otoritas yang dimiliki meliputi browsing, searching, viewarticle sampai dengan file versi lengkapnya.c. EditorMerupakan member yang bertanggung jawab terhadap pemuatanberita di GDL. Otoritas editor hampir sama dengan member, dimanaeditor dapat memasukkan berita yang akan dimuat di GDL.d. Chief Knowledge Officer (CKO)Merupakan member yang mempunyai tanggung jawab untukmengelola isi dari digital library. CKO dapat mengelola metadata, filemaupun struktur digital library yang berada dibawah otoritasnya.e. AdminMerupakan member yang mempunyai otoritas paling tinggi dari useruserlainnya. Superuser ini dimiliki seorang administrator yangbertanggung jawab untuk mengelola server GDL.Manual Ganesha Digital Library 4.242.2 Registrasi dan aktivasiUntuk menjadi public, editor, CKO, bahkan admin, maka semua userharus melakukan registrasi terlebih dahulu, yang selanjutnya akandiberi klasifikasi tipe user oleh admin. Pilih menu Registerasi padatampilan awal GDL 4.2 . Berbeda pada GDL versi sebelumnya, menuRegisterasi ini terdapat pada bagian atas tampilan awal. akan muncultampilan sebagai berikut :MakCaCatatan : Tanda * menyatakan bahwa field ini harus di-inputEmail : Merupakan alamat email yang akan selaludigunakan untuk login sebagai account.Password : Inputkan passwordConfirm password : Konfirmasi password, ketil ulang password diatasNama Lengkap : Inputkan alamat lengkap yg dapat dihubungiAlamat : Alamat tempat tinggalKota : Kota tempat tinggalNegara : Negara tempat tinggalInstitusi : Nama institusi andaPekerjaan : Pekerjaan saat iniSubmit : Daftar registrasiReset : Menghapus data-data yang telah diketik.Manual Ganesha Digital Library 4.25Setelah seluruh form telah diisi dengan lengkap, klik Submit , akanditampilkan informasi untuk mengaktifkan account yang baru saja disubmit..Proses mengaktifkan keanggotannya dilakukan dengan 2 (dua) cara,yaitu :a. Aktivasi yang dilakukan oleh administrator. Administrator mempunyaiotoritas untuk mengaktifkan atau menon-aktifkan member. Namunaktivasi tipe ini disebabkan fasilitas pengiriman kode aktivasi padaserver digital library tidak aktif.b. Aktivasi yang dilakukan oleh user. Apabila fasilitas pengiriman kodeaktivasi diaktifkan ( OS : Unix/Linux ), setelah melakukan registrasiuser akan dikirim email yang berisi kode aktivasi. Kode tersebut akandigunakan untuk mengaktifkan keanggotaan melalui Confirm foractivation, klik mengaktifkan account untuk mengaktifkannya. Inputkanemail dan validation number anda pada form yangtersedia.seperti tampilan berikut :2.3 Login GDLLogin hanya bisa dilakukan pada server digital library dimana memberterregistrasi. Namun apabila ada link ke server digital library lainnyasetelah login, maka secara otomatis user akan mendapatkan otoritassebagai member. Pilih menu Login akan ditampilkan form sebagaiberikut :Setelah melakukan login, setiap user mempunyai batas waktu. Apabiladalam batas waktu tertentu tidak ada aktifitas maka secara otomatisuser tersebut akan keluar dari aplikasi dan untuk memulai harus loginkembali.Manual Ganesha Digital Library 4.262.4 Edit dan Delete UserMenghapus user yang sudah terdaftar hanya bisa dilakukan oleh Adminmelalui form User Administration , pilih menu Member akan ditampilkanform sebagai berikut :UntukUntuk menghapus , klik Delete pada kolom Action pada user yang akandihapus. Untuk menghindari kesalahan , sebelum sebelum user tersebutbenar-benar dihapus akan dilakukan konfirmasi seperti tampilan dibawahMenambahkan user juga dapatdapat dilakukan dengan cara klik menuMember, lalu pilih menu Add Member. Lalu masukan data member yangakan ditambahkan , setelah selesai klik Update.Untuk melakukan perubahan data member termasuk aktivasi user, klikEdit pada dikolom Action pada user yang akan diedit. Selanjutnya akanditampilkan form sebagaimana form registerasi.Manual Ganesha Digital Library 4.27Password dan Confirm PasswordPassword dapat diganti dengan password baru dengan mengisikanpassword baru tersebut ke kotak Password dan Confirm Password .Apabila tidak ada perubahan, kosongkan kedua kotak isian tersebut.JobPilih Job untuk user tersebut yaitu Public, Editor, CKO atau Admin.StatusStatus ini merupakan kode pengaktifan terhadap user tersebut .PilihActive untuk mengaktifkan keanggotaan user tersebut.Lakukan perubahan melalui form tersebut untuk meng-edit data userdan tekan tombol Up Date.Merubah profile user juga dapat dilakukan sendiri oleh setiap user GDLdengan cara pilih menu Member lalu pilih menu Edit my profile.Manual Ganesha Digital Library 4.283. GDL FUNDAMENTAL3.1 BrowsingDigital library dapat di-explore melalui menu dan link-link yang telahdisediakan.Fasilitas ini dapat digunakan untuk memilih dan berpindah-pindahkategori atau sub-folder. Sub-folder terakhir merupakan posisi dimanasaat ini berada. Sehingga apabila upload metadata, metadata tersebutakan berada pada folder saat iniFasilitas ini ditampilkan dihalaman sebelah kiri. Menu-menu ini dapatdigunakan untuk memilih fitur yang dimiliki digital library sesuaidengan otoritas yang dimiliki user. Sehingga jumlah menu yangditampilkan akan berbeda untuk setiap tipe user.Untuk meng-explore digital library dapat juga melalui form dibawah ini:Browse digital library dapat juga melalui fasilitas explorer, klik menuExplorerManual Ganesha Digital Library 4.29Melalui explorer dapat diketahui secara detail detail sub-folder danmetadata, ditunjukkan seperti berikut ini :3.2 Pencarian atau SearchingUntuk mempermudah dalam pencarian atau penelusuran, dapatdigunakan fasilitas pencarian. Input-kan kata kunci (kewword) untukpencarian dan gunakan sebanyak mungkin kata kunci agar pencarianlebih tepat sesuai yang dikehendaki.Pencarian dilakukan menggunakan logika “AND” dan tiap kata kuncidipisahkan dengan spasi.Apabila pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci yangtepat maka akan didapatkan metadata yang tepat sesuai dengan yangdiharapkan.Manual Ganesha Digital Library 4.210Pencarian dapat juga dibatasi lebih spesifik berdasarkan tipe metadata,dengan cara memilih menu Type , lalu pilih jenis metadata yangsesuai.Pencarian pun dapat dilakukan dengan cara lebih spesifik lagi, dengancara memilih menu Document .GDL juga menyediakan fasilitas pencarian folder melaluiExplorer.Inputkan folder yang akan dicari pada kotak yang tersediadan enterManual Ganesha Digital Library 4.2113.3 Download FileDownload dapat dilakukan oleh user yang telah registrasi atau userdari server GDL lain yang telah login dapat pula mendownload karenaadanya link dari server GDL lain tersebut. Metadata yang disertakanfilenya, akan tampak pada form metadata halaman paling bawah.File akan ditempatkan pada form ini dibawah informasi kontributor. Untuk m3.4 Upload MetadataGDL 4.2 memberikan aturan atau batasan untuk melakukan uploadmetadata sebagai berikut :- Upload dibuat minimal oleh user editor yang bersangkutan- Upload tidak bisa dilakukan dibawah Top kategori secara langsung,apabila hal ini dilakukan maka secara otomatis metadata akanmasuk folder temporarySebelum meng-upload metadata atau file, perlu diperhatikan posisifolder atau kategori. Pilih dan pastikan bahwa metadata akandiupload pada lokasi yang benar.Gambar di atas (Current Folder) menunjukan metadata akan di uploadpada folder/ kategori Top > BHMN-ConsortiumManual Ganesha Digital Library 4.212Langkah-langkah untuk meng-upload metadata dan file adalah sebagaiberikut:a. Pilih menu Upload/Edit , selanjutnya akan ditampilkan beberapa pilihantipe metadata, yaitu :- Format dokumen standard- Format gambar/ photo- Format direktori SDM- Format direktori organisasi- Format komoditas e-mallTipe metadata ini dapat dirubah atau ditambahkan sesuai dengankebutuhanb. Selanjutnya isikan metadata pada form metadata. Format pengisianelemen-elemen metadata ini mengikuti standar Dewey DecimalClasification (DDC). Ada beberapa elemen yang opsional, tetapi adayang harus diisi yaitu ditandai dengan simbol asterik (*). Pada bagianakhir form tersebut terdapat elemen Jumlah File. Elemen inimenunjukkan jumlah file yang akan diupload menyertai metadatatersebut.Manual Ganesha Digital Library 4.213c. Setelah langkah ke-2, metadata sudah tersimpan dalam server.Apabila ada file yang akan di-upload maka lanjutkan ke langkah 3yaitu mengupload/memperbaharui file. Akan ditampilkan gambarsebagai berikut :Klik Browse… dan pilih file yang akan di-upload, masukkan deskripsiapabila diperlukan, selanjutnya klik Submit.3.5 Mengedit dan menghapus metadataFile dan metadata yang telah diupload dapat di-edit sesuai denganprofil atau hak aksesnya..MetadataMetadata dapat di-edit dengan cara sebagai berikut :1. Pilih dan buka metadata yang akan diedit kemudian klik menuUpload/Edit selanjutnya akan ditampilkan identifier metadata tersebut.Manual Ganesha Digital Library 4.2142. Apabila metadata yang sudah ada akan dirubah, maka klik menu[Edit] yang berada di baris Current Metadata. Edit elemen – elemenmetadata sesuai dengan yang dikehendaki, selanjutnya klik Submit.File yang disertakan dalam metadata tersebut dapat diedit bahkandihapus, dengan cara :1. Ubah / hapus angka yang terdapat pada kolom Number of file, lalutekan submit.2. Selanjutnya akan keluar form Upload/Update file , dengan jumlahkolom file sesuai dengan permintaan. Apabila akan menghapus fileyang sebelumnya sudah disertakan, maka klik [Delete] untukmenghapus file tersebut.GDL menyediakan cara lain untuk menghapus metadata, yaitu melaluimenu Eksporer, dengan cara :1. Cari metadata yang akan dihapus.2. Lalu klik Delete pada kolom Action metadata tersebut.Manual Ganesha Digital Library 4.2153.6 Folder/KategoriMenambah FolderKategori atau folder dapat ditambah maupun di-delete melalui menueksplorer. Untuk menambahkan folder dapat dilakukan dengan carasebagai berikut :1. Pilih folder dimana folder baru akan ditambahkan. Misal : akanditambahkan folder baru dibawah kategori Journal2. Perhatikan Path : Di bagian atas untuk memastikan bahwa folder baruterletak di bagian bawahnya.3. Tekan icon Add Folder untuk menambahkan folder baru, kemudianisikan nama folder, setelah selesai klik Submit.Manual Ganesha Digital Library 4.2163.7 Bookmark dan RequestUser GDL dapat mengumpulkan metadata yang menjadi perhatianyadengan memasukanya dalam Bookmark. Untuk melakukanya denganmembuka metadata dan di bawah metadata klik Bookmark.Selanjutnya metadata tersebut akan masuk ke dalam My Bookmark .User GDL juga dapat melakukan Request pada pengelola GDL denganmemberi tanda √___ di kolom No pada metadata yang diinginkankemudian tekan tombol Move To Request . Metadata tersebut akanpindah ke User RequestSelanjutnya user menunggu respon dari CKO digital library tersebut.Sedangkan CKO akan melihat Request dari user dari menu UserRequest yang selanjutnya akan diberi komentar-komentarManual Ganesha Digital Library 4.2173.8 Komentar pada metadataPada tampilan bagian bawah suatu metadata, pilih Give Commentselanjutnya akan keluar form sebagai berikut :Danselanjutnya akan dibuat forum diskusi yang berhubungan denganmetadata tersebut dan disimpan dalam folder Discussion dibawahfolder Top . Isikan komentar-komentar yang berhubungan denganmetadata tersebut lalu Ok.3.9 BahasaSeperti versi sebelumnya, GDL 4.2 dapat di-set dalam dua bahasayaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris . Perubahan bahasa dapatdilakukan langsung melalui menu pilihan bahasa.Manual Ganesha Digital Library 4.2183.10 OrganisasiPada saat editor, CKO atau Admin mengupload metadata, makadiperlukan data organisasi. Supaya data masuk ke dalam daftarpilihan organisasi maka penambahan organisasi dilakukan melaluiMenu > Organization.Apabila akan melakukan penambahan organisasi maka pilih menuAdd, dan akan keluar form seperti di bawah ini :Isikan kolom nama organiasasi di atas, setelah selesai klik Add.Manual Ganesha Digital Library 4.2194. DATA MANAJEMEN4.1 Update Data Base IndeksTidak berbeda dengan GDL versi sebelumnya, GDL 4.2 masihmenggunakan search engine “SWISH-E” untuk melakukan prosespencarian terhadap suatu metadata. SWISH-E tidak secara otomatismelakukan proses index pada setiap metadata yang baru, sehinggauntuk meng update database index, harus dilakukan secara periodic.Proses indeksing ini hanya dapat dilakukan oleh Admin.Pada GDL 4.2 langkah melakukan indeks metadata dibuat lebih mudah,yaitu dengan cara memilih menu Update Indeks di kolom menu utama,lalu akan muncul form konfirmasi Update indeks.Selanjutnya klik Yes,Update database indeks.4.2 PublisherApabila suatu server merupakan suatu HUB , maka server tersebutdapat membuat Publisher ID untuk server node dalam networknya.Konfigurasi dibuatkan oleh Superuser , pilih menu Publisher, lalumuncul form Publisher Management , dan isikan ID ataunama publisher yang akan kita cari, lalu klik search.Selain mencari ID publisher, superuser juga dapat menambahkan datapublisher ,dengan menekan menu publisher, lalu klik Add Publisher.Maka akan keluar form seperti dibawah ini :Manual Ganesha Digital Library 4.220Catatan : Tanda * menyatakan bahwa field ini harus di-inputSetelah selesai mengisi form di atas, lalu klik Add.Manual Ganesha Digital Library 4.2214.3 SinkronisasiConfigurationUntuk dapat berkomunikasi dengan server HUB yang dituju, dapatdilakukan pengaturan pada menu “Configuration”, sehingga dapatditentukan target server HUB mana yang akan diHARVEST metadatanya.Connection dan DisconectionPilih menu Connection sehingga server akan menghubungi server targetsinkronisasi. Klik Disconnection untuk mengakhiri koneksi dengan servertarget.Manual Ganesha Digital Library 4.222Harvest DataFungsi ini untuk mengambil Identifier server yang terhubung denganserver target. Hal ini harus dilakukan untuk melakukan sinkronisasi danmetadata yang ada dapat diketahui asalnya.Download Metadata ArchiveFungsi ini untuk mengambil dan mengirimkan metadata pada servertarget sesuai dengan konfigurasi sinkronisasi.Eksport MetadataEksport metadata merupakan proses menyimpan database server digitallibrary dalam bentuk file terkompresi yang akan disimpan dalam server.PIlih menu Export Metadata selanjutnya akan ditampilkan form sebagaiberikut :Masukan Starting Date / tanggal awal metadata yang akan di eksport danID dari publisher yang bersangkutan.Manual Ganesha Digital Library 4.223Import MetadataUntuk mengimport file metadata, pilih menu Import Metadata akanditampilkan form sebagai berikut :• Step 1 : Pilih dan upload file metadata suatu server digital libraryyang akan disinkronisasikan, selanjutnya akan ditampilkantable dalam step .• Step 2 : Pilih file metadata dalam table dan pada kolom Actiontekan Import, sedangkan untuk menghapus file metadatadalam servertersebut pilih DeleteManual Ganesha Digital Library 4.2244.4 Migrasi dari GDL 4.0 ke GDL 4.2Seperti GDL sebelumnya , GDL 4.2 menyertakan fasilitas untukmelakukan migrasi dari GDL 4.0 ke GDL 4.2. Adapun langkahpenggunaanya dengan cara memilih menu Migration 4.0 to 4.2 , lakukansecara berurutan mulai dari folder, metadata, file, user, bookmark, danpublisher. Proses ini tidak dapat dilakukan secara acak , lakukan secaraberurutan untuk menghasilkan data yang diinginkan.4.5 ConfigurationMenu Configuration pada tampilan menu awal, terbagi atas dua yaituServer dan System.ServerServer node dapat mengkonfigurasi Publisher ID melalui ServerConfiguration. Isi kotak-kotak yang telah disediakan, setelah selesaitekan Edit, file publisher tersebut akan terupdate.Manual Ganesha Digital Library 4.225SystemKonfigurasi system ini berfungsi untuk men set yang lebih condong padatampilan GDL 4.2. Konfigurasi ini dilakukan dengan cara mengisi kembalikotak-kotak yang telah disediakan, setelah selesai tekan Edit.Manual Ganesha Digital Library 4.2264.6 FolksonomiBerbeda dengan GDL 4.0, pada GDL 4.2 terdapat tambahan fitur yaituFoksonomi. Fitur ini berfungsi untuk menampilkan teks subject daricontent metadata yang telah di upload oleh Editor, CKO, atau Admin.ConfigurationDalam Menu Folksonomi , terdapat menu Configuration yang berfungsiuntuk mengkonfigurasi Folksonomi, dan konfigurasi ini dapat dilakukandengan cara memilih menu Folksonomi >Configuration, setelah selesaitekan Save.Stop WordMenu Stop Word digunakan untuk menghentikan pemakaian kata padafolksonomi. Dapat dilakukan dengan cara memilih Folksonomi > StopWord.Masukan kata yang akan dihentikan pemakaianya pada kotak isian yangterdapat di form Filtering Stop Word Management, setelah selesai lalutekan Add.Manual Ganesha Digital Library 4.227UpdateMenu Update digunakan untuk memperbaharui Folksonomi. DApatdilakukan pada form Folksonomi Management di bawah ini.
Tags:
0 comments
Limbah Kering, Alternatif Koleksi Pustaka
May 8, '08 4:20 AMfor everyone
Limbah Kering, Alternatif Koleksi Pustaka
Sumber: Jawa PosJumat, 01 Feb 2008Oleh: Sri HandariningtyasDi luar tugas sehari-hari sebagai pengajar di kelas, penulis mempunyai tugas sampingan yang diberikan kepala sekolah, yakni kepala perpustakaan sekolah. Istilah perpustakaan sekolah bukanlah tanpa arti atau ciri khas. Perpustakaan sekolah ada di setiap sekolah. Memang, saat ini masih ada sekolah-sekolah yang belum mempunyai perpustakaan. Namun, dengan upaya seluruh warga sekolah, suatu saat semua sekolah akan memiliki.Setiap tahun ajaran baru, semua jajaran yang terlibat belajar-mengajar di suatu sekolah pasti diminta membuat anggaran untuk pos masing-masing. Perencanaan anggaran tersebut dimasukkan dalam rencana anggaran dan biaya sekolah (RAPBS). Salah satu pos tersebut adalah pembiayaan untuk perpustakaan sekolah. Kesulitan yang paling sering terjadi adalah pengadaan bahan pustaka. Sebab, biaya yang diperlukan untuk pembelian bahan-bahan pustaka selalu berjalan dengan hukum deret ukur dan deret tambah. Kita tidak bisa mengingkari bahwa harga-harga kebutuhan pasti merangkak naik dari tahun ke tahun. Bahan pustaka pun dipengaruhi hal itu. Bahan pustaka yang terdiri atas buku-buku bacaan, compact disc, majalah, koran, kaset, atau slide film pasti mahal. Tidak sesuai anggaran yang kita ajukan. Maka, jumlah bahan pustaka yang akan kita beli menjadi berkurang. Untuk menyiasati hal tersebut, ada terobosan yang perlu kita lakukan. Yaitu, dengan menyulap/mengubah limbah-limbah di perpustakaan menjadi benda baru yang menarik perhatian untuk dibaca. Penulis menyajikan tiga contoh membuat kliping dengan mengubah tampilan kliping konvensional dengan tampilan baru yang lebih menarik (chic), sehingga mendapat perhatian anak didik untuk melihat, memegang/mengambil, kemudian membacanya.Ada beberapa dasar yang menggugah penulis melakukan hal itu. Pertama, perpustakaan sekolah merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan pustaka untuk anak didik, bukan untuk umum seperti perpustakaan umum yang dimiliki pemkab/pemkot. Kedua, usia anak didik di suatu jenjang pendidikan pasti merupakan pertimbangan penting bagi kepala perpustakaan untuk menyediakan bahan pustaka. Kita melihat, usia rata-rata siswa SMP adalah 12-15 tahun. Memang, ada yang lebih tua dari usia rata-rata itu, tapi hanya beberapa orang. Usia tersebut menunjukkan bahwa mereka adalah anak-anak yang menjelang masa remaja (not children but not yet teenagers). Pada usia itu, faktor rasa ingin tahu mereka sangatlah besar dan masa-masa bermain pun belumlah hilang. Maka, penulis mencoba menggabungkan kedua kekuatan besar yang ada pada jiwa mereka. Caranya, membuat sesuatu yang dapat mereka nikmati sambil mendapatkan pengetahuan dengan membuat modifikasi kliping tersebut agar mereka benar-benar merasakan nikmatnya belajar. Belajar itu semestinya nikmat dan menyenangkan. Belajar merupakan kebutuhan seperti halnya kebutuhan manusia akan makan dan minum. Kalimat tersebut harus kita tanamkan dalam sanubari mereka. Ketiga, sebenarnya kliping modifikasi itu adalah alat peraga bagi penulis ketika mengajar. Namun, penulis melihat kelebihan alat peraga tersebut. Dalam belajar-mengajar, siswa di kelas menjadi semakin asyik membaca. Mereka sering tidak sabar untuk menyentuh dan membaca isinya. Dengan melihat keadaan itu, bangkitlah semangat penulis untuk menggunakannya dalam lingkup yang lebih luas, yaitu perpustakaan sekolah. Keempat, bahan-bahannya mudah didapat. Yakni, memanfaatkan limbah secara optimal. Kliping yang kita pilih adalah artikel di koran/majalah yang bagus, sedangkan sisa koran/majalah kita jual untuk menambah kas perpustakaan sekolah.Setiap artikel harus kita kumpulkan dengan artikel sejenis sebelum dilekatkan pada tempat yang sudah disiapkan. Jangan lupa beri judul pada kliping-kliping tersebut agar mudah diingat ketika kita maupun para siswa membicarakannya. Hendaknya judul disesuaikan dengan tema artikel yang dikumpulkanSri HandariningtyasGuru SMPN 2 Sedati, Sidoarjo
Tags:
0 comments
Dana Perpustakaan
May 8, '08 4:17 AMfor everyone
DANA PERPUSTAKAANBaru 27,6 Persen SD yang MilikiKOMPAS, Senin, 21-04-2008. Halaman: 12Jakarta, KompasPemotongan anggaran Departemen Pendidikan Nasional sebesar 10 persen berdampak pada pemotongan anggaran untuk perpustakaan. Bahkan, terdapat program terkait peningkatan literasi yang dihapuskan tahun ini lantaran pemotongan anggaran tersebut.Seperti diwartakan sebelumnya, pemerintah menyesuaikan kembali anggaran negara dengan memotong 10 persen anggaran di semua departemen, termasuk Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Pemotongan tersebut telah dipastikan seiring dengan ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2008, awal April lalu.Penyediaan bantuan pengembangan perpustakaan dan minat baca di daerah, yang semula dianggarkan sekitar Rp 41 miliar, kini terpotong separuhnya. Dana tersebut asalnya untuk bantuan rintisan dan penguatan taman bacaan masyarakat di 33 provinsi dengan target awal sekitar 2.250 lembaga.Adapun anggaran pengadaan sebanyak 143 taman bacaan masyarakat layanan khusus bersifat mobile atau bergerak tidak jadi dilaksanakan lantaran anggarannya sebesar Rp 46 miliar terpangkas seluruhnya.Pembangunan perpustakaan dan sumber belajar untuk pendidikan dasar juga terpotong Rp 30 miliar. Padahal, berdasarkan data Depdiknas sampai akhir tahun 2007, jumlah perpustakaan sekolah masih sangat minim. Di Indonesia hanya 27,6 persen sekolah dasar yang memiliki perpustakaan. Sebarannya tidak merata. Ada daerah dengan 72,8 persen sekolah dasar telah memiliki perpustakaan seperti di Yogyakarta. Namun, ada juga yang baru 5 persen sekolah dasar dilengkapi perpustakaan, seperti di Maluku Utara.Peran besarDirektur Program Forum Indonesia Membaca Dessy Sekar Astina, Minggu (20/4), mengatakan, perpustakaan dan pusat sumber belajar berperan besar membawa perubahan dalam masyarakat. Pengetahuan dan kreativitas dapat lahir dengan mengakses informasi di perpustakaan dan pusat sumber belajar."Pusat sumber belajar menjadi tempat masyarakat mendapat informasi melalui bacaan dan media lain, berdiskusi, serta beraktivitas kelompok. Ketika masyarakat membaca secara fungsional, akan terbentuk cara memilah informasi dan membuat pilihan-pilihan dalam hidup secara lebih baik," ujar Dessy.Hanya saja, pembangunan perpustakaan dan pusat sumber belajar masih dipandang sebagai pengeluaran dana belaka, bukan pemberi keuntungan yang dapat memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat. Berinvestasi di dalam pembangunan sumber belajar hasilnya memang baru terlihat dalam jangka panjang.Terlebih lagi, di tengah kondisi perpustakaan sekolah yang masih memprihatinkan. "Perpustakaan sekolah masih cenderung berisi buku pelajaran, bukan buku bacaan yang menyenangkan dan menarik minat anak untuk membaca. Bahkan, masih banyak sekolah di level pendidikan dasar tidak dilengkapi dengan fasilitas perpustakaan," ujarnya.Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas Ace Suryadi mengatakan, penyediaan bacaan dengan didirikannya taman bacaan masyarakat yang mudah dijangkau masyarakat sebenarnya diperlukan untuk menumbuhkan minat baca. "Keinginan kami, taman bacaan masyarakat bukan sekadar menyediakan buku-buku bacaan, tetapi bagaimana bisa berkembang menjadi kios buku sehingga taman bacaan masyarakat menjadi produktif," kata Ace.Dengan adanya pemangkasan anggaran tersebut, program pendukung untuk literasi atau keaksaraan ini dianggap belum prioritas. Penambahan jumlah taman bacaan masyarakat berkurang separuh dari yang direncanakan supaya program kunci seperti pemberantasan buta aksara bisa tetap berjalan."Yang dibatalkan sama sekali itu rencana pengadaan 143 mobile TBM (taman bacaan masyarakat). Padahal, mobile TBM sangat berguna untuk melayani masyarakat di daerah terpencil dan berpenduduk jarang, atau mereka yang tinggal di daerah aliran sungai. Terpaksa pengadaannya menunggu sampai tahun depan," ujar Ace.Menurut Ace, keberadaan taman bacaan masyarakat, terutama di kantong-kantong buta aksara, berguna untuk membantu masyarakat yang baru melek huruf agar terus mau membaca. Apalagi jika taman bacaan tersebut menyediakan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti keterampilan, perikanan, dan pertanian. Masyarakat mendapat nilai plus untuk bisa meningkatkan kehidupan mereka lebih baik lagi dari bekal pengetahuan yang didapat dari bacaan.(INE/ELN)Sumber : P U S A T I N F O R M A S I K O M P A SPalmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200Fax. 5347743Posted by adi-wiyono at 7:52 AM
Tags: